Kamis, 07 Juni 2018

SEKOLAH RIMBA I


RESENSI SEKOLA RIMBA


Data/Identitas film

Judul Film                   : Sekola Rimba
Penulis Skenario         : Riri Riza

Sutradara                     : Riri Riza
Asisten Sutradara        :
·           Rivano Setyo Utomo
·           Ratrikala Bhre Aditya
Produser                      : Mira Lesmana
Durasi                         : 01:29:59
Koordinator Produksi : Dicky Dewasanto
Tanggal Rilis              : 21 November 2013
Penata Rias                 : Eba Sheba
Penata Suara               :
·           Satrio Budiono
·           Yusuf Patawari
Penata Musik              : Aksan Sjuman
Penata Artistik            : Eros Eflin
Editor                          : W. Ichwandiardono
Pemain                        :
·          Prisia Nasution sebagai Butet Manurung
·           Nyungsang Bungo sebagai Bungo
·           Nengkabau sebagai Nengkabau
·           Beindah sebagai Beindah
·           Bahar sebagai Rukman Rosadi
·           Andit sebagai Nadhira Suryadi
·           Dr. Astrid Hilde sebagai Ines Somellera
·           Ibu Pariyan sebagai Netta KD

Pembukaan
Sekola Rimba merupakan sebuah film produksi dari Miles Films yang ceritanya terinspirasi dari sebuah buku “Sekola Rimba” dan pengalaman langsung Butet Manurung. Kisah tentang sebuah perjuangan seorang pendidik untuk terus mengajarkan baca tulis dan berhitung kepada anak-anak yang tinggal di rimba. Menceritakan sebuah pengorbanan sang guru demi mencerdaskan orang rimba yang tinggal di hulu dan hilir sungai makekal di hutan bukit duabelas. Sebuah pengalaman Butet Manurung yang bekerja di sebuah lembaga konversasi wilayah Jambi. Cerita ini terjadi pada masa indonesia pasca reformasi.

Isi
Pertama kali Butet sampai di hutan bukit duabelas Butet terserang demam malaria yang menyebabkannya jatuh pingsan di tengah hutan. Kemudian datang seorang anak yang sedari awal sudah mengikuti Butet selama perjalanan memasuki hutan tersebut dan memberitahukan kepada orang rimba yang ada di makekal hulu bahwa ada guru yang hampir meninggal di tengah hutan. Perjalanan selama 7 jam ditempuh sang anak dari makekal hilir itu untuk sampai ke makekal hulu. Tak lama kemudian, anak dari makekal hulu datang dan membawa Butet ke rumah mereka di makekal hulu.
Butet mengajarkan anak-anak rimba tentang baca tulis dan menghitung dengan penuh kesabaran dan kasih sayang. Mengajarkan dengan metode yang mudah mereka pahami, seperti menggunakan buah karet dijadikan alat peraga berhitung.
Setiap hari si anak yang menolong Butet datang memperhatikan aktivitas Butet. Anak tersebut bernama Nyungsang Bungo dari makekal hilir, nama tumenggungnya Belaman Badai. Bungo ingin belajar bersama dengan Butet agar ia mahir membaca dan dapat membaca surat perjanjian yang terdapat cap jempol kepala adat yang berisi persetujuan eksploitasi tanah adat mereka.
Pada suatu ketika Butet kembali ke kantornya dan meminta izin kepada atasannya untuk merespon proposal yang telah diajukannya beberapa minggu yang lalu agar mengajar anak-anak di makekal hilir juga. Namun sang atasan tak memberi izin kepadanya untuk kesana. Butetpun berpikir bagaimana caranya agar ia bisa mengajarkan baca tulis dan berhitung di makekal hilir seperti ia mengajarkan baca tulis dan berhitung di makekal hulu. Tanpa mendapat surat izin resmi dari atasan kantornya, Butet pergi menemui tumenggung makekal hilir untuk meminta izin agar dapat mengajarkan anak-anak di makekal hilir. Setelah menunggu lama, akhirnya Tumenggung mengizinkannya untuk mengajar di makekal hilir. Namun sangat disayangkan, awal kedatangannya tidak disambut baik dengan warga makekal hilir berbeda dengan makekal hulu. Warga makekal hilir merasa terganggu dengan kehadiran Butet untuk mengajar di makekal hilir. Mereka masih sangat kental dengan budaya adat mereka yang meyakini bahwa pensil dapat membawa keburukan atau bencana bagi makekal hilir. Hingga ia tidak bisa bertahan lama mengajar di makekal hilir. Ia pun bergegas meninggalkan makekal hilir karena sang tumenggung mengusirnya.
Melihat semangat belajar anak-anak rimba tersebut membuat Butet termotivasi untuk kembali mengajar di Makekal. Ia melihat betapa besar keinginan anak rimba untuk lebih maju. Butet memutuskan untuk mengajar di rumah salah seorang warga yang bernama ibu Pariyan setelah mendengar penjelasan dari ibu Pariyan bahwa anak-anak dari makekal hilir sering datang ke rumahnya. Dengan rasa penuh semangat, ia memberitakan kepada seluruh warga sekitar jika ada anaknya yang hendak belajar untuk datang ke rumah ibu Pariyan. Hingga suatu ketika datang rombongan anak-anak makekal hulu ke rumah ibu Pariyan untuk belajar. Lambat laun, banyak anak rimba yang datang belajar bersama dengan mereka termasuk Bungo.
Bungo merasa nyaman belajar dengan Butet sampai ia tidak pernah pulang kerumahnya di makekal hilir. Suatu ketika datang rombongan petua dari makekal hilir datang menjemput Bungo untuk membawanya kembali pulang karena ibunya khawatir dengan dirinya sekaligus mengabarkan jika sang tumenggung telah tiada. Mendengar hal tersebut, Bungo memutuskan untuk kembali ke makekal hilir. Sesampai disana ia tidak menemukan warga makekal hilir ditempatnya, karena adanya perluasan Taman Nasional Wanakarya Bangko, Jambi.
Pertemuan dengan Bungo menyadarkan Butet tentang arti penting tempat tinggal mereka di rimba. Mereka kerap berpindah rumah karena tipuan surat perjanjian yang ada cap jempol kepala desa dimana surat itu tidak dapat mereka baca isinya. Sehingga membuat mereka memberi cap jempol tersebut. Usai membaca surat perjanjian yang diberi Bungo kepadanya, membuat Butet ingin mencerdaskn anak rimba agar tidak tertipu dengan mudah memberi cap jempol lagi jika ada surat perjanjian. Butet semakin bersemangat mengajarkan baca tulis dan berhitung kepada anak-anak rimba. Butet juga langsung mengajarkan mereka praktek berhitung di pasar.
Semua usaha kerja keras dan pengorbanan yang dilakukannya menghasilkan daya guna. Anak-anak rimba kini sudah dapat baca tulis dan menghitung. Bahkan sudah berhasil membuat warga makekal lebih berhati-hati terhadap surat perjanjian yang masuk. Mereka selalu memberi surat tersebut kepada Bungo untuk dibaca terlebih dahulu agar mereka tahu apa isi surat tersebut dan dapat mengambil tindakan yang bijaksna. Kini mereka hidup tidak mudah ditipu dengan pihak manapun.
Melihat adanya kemajuan yang kian meningkat dari anak-anak makekal hulu dan makekal hilir membuat Butet termotivsi untuk mendirikan sebuah sekolah di tengah Rimba tersebut. Ia bekerja sama dengan berbagai pihak untuk dapat mendirikan sekolah rimba. Dengan bantuan dan dorongan para sahabatnya, mereka bergegas mendirikan sebuah sekola rimba yang terletak di tengah hutan tropis hingga berdirilah sebuah “SEKOLA RIMBA”.

Kelebihan dan Kekurangan
Kelebihan :
·           Film ini mengandung banyak arti penting pendidikan
·           Mengajarkan semangat perjuangan menjadi seorang guru demi mencerdaskan kehidupan bangsa
·           Mempunyai alur cerita yang menarik

·           Kesan dan pesan yang ingin disampaikan penulis diceritakan langsung didalam film dan sangat menyentuh hati.
·           Menggambarkan secara nyata kondisi dan keadaan masyarakat di tengah rimba

Kekurangan :
·           Tidak digambarkan secara jelas lokasi makekal hulu dan makekal hilir
·           Masih ada bagian yang menggantung ceritanya
·           Banyak pemain yang belum tersampaikan karakternya.

Penutup

Film ini mengajarkan kepada kita semua arti penting sebuah pendidikan. Orang pedalaman yang tinggal di rimba saja membutuhkan pendidikan seperti baca tulis dan berhitung meskipun hanya baru apa adanya ilmu yang mereka dapatkan. Mereka mempunyai semangat belajar yang tinggi. Sedangkan kita yang sudah dapat dikatakan maju dari mereka tetapi malah semangat belajarnya rendah. Film ini menjadi sebuah tamparan kecil bagi kita yang saat ini masih merasa lelah dan malas untuk belajar. Film ini juga memberi sebuah motivasi besar untuk kita para pendidik bangsa. Bagaimana cara usaha kita dalam mencerdaskan anak bangsa. Sebuah perjuangan dan pengorbanan besar yang dilakukan oleh seorang guru tanpa merasa lelah dan berputus asa.

Resensi by : Karlina PMT 6D


2 komentar:

  1. Sebuah film dari kisah nyata seorang guru yang mengajar di suku pedalaman yang sangat menginspiratif dalam dunia pendidikan khususnya guru untuk memperjuangkan hak setiap anak untuk belajar dan menghasilkan generasi berilmu. Tulisan resensi ini sangat bagus dan membantu para penikmat film dalam memilih sebuah tontonan inspiratif. Ditunggu tulisan selanjutnya :)

    BalasHapus
  2. Terimakasih. Ok. Tungu saja artikel saya berikutnya😂

    BalasHapus