Jumat, 08 Juni 2018

ALANGKAH LUCUNYA NEGERI INI II


Resensi Film Alangkah Lucunya Negeri Ini

Data / Identitas Film:
Judul Film             : Alangkah Lucunya Negeri Ini
Sutradara               : Deddy Mizwar
Penulis Naskah     : Musfar Yasin
Produksi                : Citra Sinema
Produser                : Zairin Zain
Tanggal Rilis         : 15 April 2010
Durasi                   : 105 menit
Pemeran                :
1.      Reza Rahadian sebagai Muluk

2.      Tika Bravani sebagai Pipit


3.      Asrul Dahlan sebagai Samsul

4.      Deddy Mizwar sebagai Pak Makbul


5.      Slamet Rahardjo sebagai Haji Rahmat


6.      H. Jaja Mihardja sebagai Haji Sarbini


7.      Tio Pakusadewo sebagai Jarot


8.      Moh. Irfan Siagian sebagai Glen (Ketua Copet Mall)
9.      Angga Putra sebagai Komet (Ketua Copet Pasar)
10.  Sakurta Ginting sebagai Ribut (Ketua Copet Angkot)
11.  Jaya Kusuma sebagai Mata Dewa
12.  Rina Hassim sebagai Istri Haji Rahmat
13.  Edwin “Bejo” sebagai Jupri
14.  Sonia sebagai Rahma
15.  Robby Tumewu sebagai Direktur
Alangkah lucunya negeri ini merupakan sebuah film karya Deddy Mizwar, berisi tentang keadaaan bangsa Indonesia yang dipenuhi dengan sangat banyak masalah seperti kasus kemiskinan, pengangguran dan tidak kepedulian masyarakat  akan pentingnya  pendidikan. Film ini juga berisi sindiran keras kepada pemerintah Indonesia yang kurang memperhatikan kehidupan anak jalanan, bahkan kebanyakan pemerintah kita hanya memperkaya diri sendiri dengan cara memakan uang rakyat (korupsi) tanpa memperdulikan keadaan rakyat yang semakin hari semakin  miskin dan tertindas. Hal inilah yang menyebabkan banyaknya kasus kriminal terjadi dinegara ini, seperti kasus pencopetan misalnya. Perbuatan kriminal yang banyak terjadi disebabkan karena banyaknya jumlah pengangguran dinegara ini tidak sesuai dengan jumlah lowongan kerja yang ada, sehingga mau atau tidak mereka terpaksa melakukan hal-hal yang tidak wajar untuk mendapatkan uang demi kelangsungan hidup mereka.
Film bermula dari kisah seorang lelaki bernama Muluk yang merupakan sarjana manajemen dan berasal dari keluarga yang sangat mengedepankan pendidikan. Muluk merupakan anak dari Pak Makbul yang berprofesi sebagai tukang jahit dikampungnya. Pak Makbul mempunyai 2 orang sahabat seperguruan yang bernama Haji Sarbini dan Haji Rahmat. Mereka bertiga selalu berdebat tentang penting atau tidak pentingnya pendidikan di Indonesia, Haji Rahmat sependapat dengan Pak Makbul bahwa pendidikan itu sangat penting untuk masa depan anak-anak mereka. Berbeda dengan kedua temannya tersebut, Haji Sarbini bersikeras mengganggap bahwa pendidikan itu sama sekali tidak penting, karena bagi Haji Sarbini tanpa pendidikan yang tinggipun anak-anaknya tetap bisa mendapat pekerjaan, bisa menjadi orang sukses, bahkan bisa berangkat menunaikan ibadah Haji.
Haji Sarbini memiliki seorang anak gadis yang bernama Rahma. Rahma merupakan pujaan hati Muluk, mereka berencana akan menikah setelah Muluk mendapatkan pekerjaan dan mempunyai penghasilan. Muluk sudah berusaha melamar pekerjaan keberbagai kantor tetapi tidak satu pekerjaanpun ia dapatkan. Saat Muluk melamar pekerjaan disebuah kantor, pemilik kantor tersebut bertanya ilmu apa yang dimiliki oleh Muluk. Muluk pun menjelaskan bahwa ia adalah seorang sarjana manajemen dan menguasai ilmu manajemen. Pemilik kantor tersebut tertawa dan mengatakan bawa ilmu manajemen yang dimiliki oleh Muluk sama sekali tidak berguna, karena pemilik kantor itu sudah menggunakan ilmu manajemen dari berbagai Negara didunia tetapi tetap saja tidak bisa menyelamatkan perusahaannya dari kebangkrutan. Saat Muluk lewat dipasar untuk melanjutkan perjalanannya untuk mencari pekerjaan, ia melihat beberapa anak kecil yang sedang mencopet. Diam-diam Muluk mengikuti anak tersebut dan menasehatinya agar tidak mecopet, dan jika menginginkan sesuatu lebih baik meminta dari pada harus mencopet. Tetapi jawaban anak tersebut sangat mengejutkan Muluk, anak tersebut berkata “saya seorang pencopet bukan peminta-minta”.  Mendengar jawaban itu Muluk hanya bisa terdiam dan membiarkan anak tersebut pergi begitu saja.

Kemudian Muluk melanjutkan mencari pekerjaan lagi kekantor yang lainnya, dan ia ditawari untuk menjadi TKI ke Malaysia tapi tawaran itu tidak diterima oleh Muluk karena yang ada dipikirannya seorang TKI akan disiksa dengan cambuk oleh majikannya. Meskipun tak kunjung mendapatkan pekerjaan tidak membuat Muluk menyerah, ia tetap bersemangat untuk mencari pekerjaan. Saat ia mampir kepenjual buku ditepi jalan, Muluk melihat buku tentang beternak cacing dan membeli buku tersebut. Muluk berencana untuk memulai usaha dengan beternak cacing, meskipun hal tersebut sempat diremehkan oleh teman dan calon mertuanya Muluk tidak berputus asa.
Saat Muluk singgah makan disebuah warteg Muluk tidak sengaja bertemu dengan anak kecil yang pernah ditemuinya sedang mencopet dipasar, anak itu menawarkan diri untuk membayarkan makan Muluk. Karena pertemuan yang tidak disengaja tersebut, Muluk akhirnya berkenalan dengan anak kecil itu yang ternyata bernama Komet. Komet mengajak Muluk untuk ikut ke Markasnya dan bertemu dengan Bos pencopet. Setelah berdiskusi dengan Bos pencopet, kemudian Muluk bertemu dengan semua anak-anak pencopet disana dan menawarkan sebuah kerja sama. Muluk menjelaskan bahwa ia akan mengajarkan anak-anak tersebut bagaimana cara agar hasil mencopet mereka bisa dikembangkan kebidang usaha yang lain, dan mereka tidak perlu mencopet lagi untuk mendapatkan uang. Muluk meminta uang bayaran sebesar 10% dari penghasilan mereka mencopet setiap harinya.
Muluk bercerita dengan ayahnya bahwa ia sudah mendapatkan pekerjaan, ia bekerja dibagian pengembangan sumber daya manusia. Keesokan harinya muluk mulai bekerja, Bos pencopet menjelaskan bahwa anak-anak pencopet ini dibagi menjadi tiga kelompok. Pencopet mall dengan pakaian rapi dan keren, pencopet pasar dengan pakaian seperti anak jalanan, dan pencopet Angkot dengan pakaian seperti anak sekolahan. Masing-masing kelompok memiliki ketua dan metode yang berbeda dalam melakukan aksi mencopet. Ada juga seorang anak kecil yang bernama Mata Dewa yang bertugas menjaga markas dan sebagai pengintai. Kemudian merekapun mulai melakukan aksi mereka mencopet dimasing-masing tempat bagian mereka.


Sore harinya saat menyetorkan uang hasil copetan mereka hari itu, Muluk mengetahui bahwa anak-anak pencopet itu tidak bisa menulis, membaca dan berhitung. Muluk menyimpan uang hasil copetan mereka ke Bank, dan sebagian disisihkan untuk membeli motor yang ia gunakan untuk berangkat bekerja. Karena uang yang mereka kumpulkan sudah lumayan banyak, Muluk berencana untuk memulai usahanya yaitu dengan menyuruh mereka pindah pekerjaan dari mencopet menjadi pengasong. Tetapi semua anak-anak itu menolak, karena bagi mereka mengasong itu hanya mendapatkan uang yang sedikit jika dibandingkan dengan mencopet. Muluk tidak berputus asa, ia terus berusaha agar anak-anak tersebut mau berubah menjadi lebih baik lagi untuk masa depan mereka kelak.

Muluk mengajak temannya yang juga seorang penggangguran dan hanya menghabiskan kesehariannya dengan bermain gaple untuk bekerja sama, kemudian ia membawa Samsul kemarkas pencopet.Samsul merupakan seorang sarjana pendidikan, Muluk meminta bantuan Samsul untuk mengajari anak-anak tersebut bagaimana cara menulis, membaca dan berhitung. Pada awalnya Samsul sangat terkejut karna diajak untuk mengajari anak-anak pencopet, tapi pada akhirnya Samsul menerima tawaran Muluk karena ia memang sangat membutuhkan pekerjaan. Samsul pun mulai mengajari anak-anak tersebut membaca, menulis dan juga pengetahuan-pengetahuan sosial lainnya.
Muluk juga mengajak seorang teman wanitanya yaitu Pipit yang merupakan anak dari Haji Rahmat. Pipit juga merupakan seorang pengangguran, Pipit hanya menghabiskan waktunya setiap hari untuk mengikuti kuis-kuis di TV agar bisa mendapatkan hadiahnya. Muluk meminta bantuan Pipit untuk mengajari anak-anak tersebut ilmu agama. Pipit banyak mengajarkan ilmu agama kepada anak-anak tersebut, mulai dari niat sholat, praktek sholat, mengajarkan kepada mereka bahwa kebersihan itu adalah sebagian dari iman, dan mereka juga diajarkan bagaimana caranya mandi yang bersih. Seiring waktu berlalu akhirnya anak-anak tersebut sudah mulai bisa membaca, menulis, berhitung, sudah mengetahui ilmu-ilmu agama, ilmu kewarganegaraan dan ilmu-ilmu sosial. bahkan sebagian dari mereka sudah hapal pancasila, UUD, niat sholat, bacaan sholat, dan sudah ada yang bisa melaksanakan sholat ke Mesjid. Mereka juga diajarkan untuk melaksanakan upacara bendera, mengibarkan bendera, dan menyanyikan lagu Indonesia Raya.

Pada suatu hari Haji Rahmat, Haji Sarbini dan pak Makbul ingin melihat tempat kerja anak-anak mereka, Pipit pun terpaksa membawa mereka kemarkas pencopet. Mereka bertiga sangat terkejut saat mengetahui bahwa tempat kerja anak mereka bukanlah sebuah kantor melainkan sebuah rumah yang dijadikan markas para pencopet. Akhirnya mereka tahu bahwa Muluk, Samsul dan Pipit ternyata bekerja untuk mengajari anak-anak pencopet tersebut dan selama ini anak mereka mendapatkan gaji dari uang hasil mencopet yang merupakan uang haram. Pak Makbul dan Haji Rahmat sangat kecewa dan memohon ampun kepada Allah atas dosa anak-anak mereka. Karena hal inilah akhirnya Muluk, Pipit dan Samsul mulai berfikir  untuk berhenti bekerja disana, dan berhenti mengajari anak-anak tersebut.

Akhirnya mereka memutuskan untuk berhenti bekerja dimarkas pencopet tersebut, Muluk memberikan buku tabungan yang berisi uang sebesar 21.200.000 rupiah, ATM, motor yang dibelinya dengan uang dari hasil mereka mencopet, dan enam kotak asongan kepada Bos mereka. Bos pencopet sangat marah kepada anak-anak pencopet yang tidak mau mengikuti perintah Muluk untuk menjadi pengasong, karena bagi Bos pencopet Muluk sudah sangat berjasa kepada mereka semua. Ia juga mengatakan kepada anak-anak pencopet bahwa Negara ini adalah Negara bebas, yang ingin mengasong silahkan mengasong dan yang ingin mencopet silahkan silahkan mencopet.
Setelah berhenti bekerja dimarkas pencopet, Samsul dan Pipit kembali kerutinitas masa lalu mereka sebagai pengangguran. Samsul kembali bermain gaple bersama teman-temannya dan Pipit kembali mengikuti kuis-kuis berhadian di TV. Sedangkan Muluk mulai ikut kursus menyetir, karena menurut ayahnya Muluk jika bisa menyetir maka kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan akan lebih banyak. Dimarkas para pencopet, ada enam orang yang memutuskan untuk berubah menjadi pengasong dan tidak mencopet lagi. Tetapi yang lainnya tetap menjadi pencopet sebagaimana biasanya. Saat mereka mengasong mereka bertemu dengan Muluk yang sedang belajar menyetir mobil, Muluk pun tersenyum bangga melihat mereka sudah berubah menjadi pengasong. Tiba-tiba datang rombongan satpol pp yang mengejar mereka dan menangkap mereka, Muluk keluar dari mobil dan berlari berusaha menyelamatkan mereka. Muluk berkata kepada para satpol pp bahwa ia yang sudah menyuruh anak-anak tersebut untuk mengasong. Pada akhirnya Muluk ditangkap dan dibawa oleh Satpol PP, anak-anak pengasong itupun menangis melihat Muluk ditangkap. Tapi muluk tetap memberikan senyuman dan acungan jempol kepada mereka, sebagai tanda bahwa ia sangat bangga kepada mereka yang sudah berhenti mencopet dan menjadi pedagang asongan.
Film ini sangat bagus karena isi ceritanya sangat sesuai dengan keadaan bangsa Indonesia saat ini, dimana pemerintah kita sangat tidak peduli terhadap keadaan anak-anak  jalanan dan masyarakat miskin. Padahal sudah dijelaskan dalam UUD 1945 pasal 34 ayat (1) bahwa fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara dan  menjadi tanggungjawab pemerintah, tetapi kenyataannya keberadaan dan keselamatan mereka sama sekali tidak mendapat perjatian dari pemerintah. Semoga setelah menonton film ini pemerintah Indonesia segera sadar akan kewajiban mereka terhadap anak-anak yang terlantar dan fakir miskin.
Film ini memiliki sedikit kekurangan, dimana film ini seolah-olah menunjukkan bahwa banyak sarijana S1 yang kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan dan terlalu menunjukkan sisi negatif dari kinerja pemerintahan Indonesia. Selain itu akhir dari film ini juga menggantung, kita tidak mengetahui bagaimana nasib seorang sarjana manajemen yang bernama Muluk setelah ditangkap oleh satpol pp saat menyelamatkan anak-anak jalanan. Seolah-oleh film ini tidak selesai dan tidak ada akhirnya.

Resensi oleh: Febri Ranti


1 komentar:

  1. Dari artikel di atas, saya serasa ingin menonton filmnya langsung, sangat menarik alur ceritanya, apalagi pada bagian Muluk dan kedua temannya mengajari anak jalanan yang menjadi pencopet, saya penasaran bagaimana usaha mereka memahamkan ilmu kepada para anak anak tersebut.

    Namun sayang pada artikel ini, serasa terjadi pendapat yang kontra dari penulis, pada bagian kelebihan penulis menyampaikan kelebihan film tersebut karena mengkritik tajam pemerintah karena tidak peduli dengan nasib rakyat, namun pada bagian kekurangan penulis seolah berbalik dan menggap hal tersebut adalah kekurangan film. terima kasih

    BalasHapus