Resensi Film Alangkah Lucunya Negeri Ini
Data / Identitas Film:
Judul
Film : Alangkah Lucunya Negeri
Ini
Sutradara : Deddy Mizwar
Penulis
Naskah : Musfar Yasin
Produksi : Citra Sinema
Produser : Zairin Zain
Tanggal
Rilis : 15 April 2010
Durasi
: 105 menit
Pemeran :
1. Reza
Rahadian sebagai Muluk
2. Tika
Bravani sebagai Pipit
3. Asrul
Dahlan sebagai Samsul
4. Deddy
Mizwar sebagai Pak Makbul
5. Slamet
Rahardjo sebagai Haji Rahmat
6. H.
Jaja Mihardja sebagai Haji Sarbini
7. Tio
Pakusadewo sebagai Jarot
8. Moh.
Irfan Siagian sebagai Glen (Ketua Copet Mall)
9. Angga
Putra sebagai Komet (Ketua Copet Pasar)
10. Sakurta
Ginting sebagai Ribut (Ketua Copet Angkot)
11. Jaya
Kusuma sebagai Mata Dewa
12. Rina
Hassim sebagai Istri Haji Rahmat
13. Edwin
“Bejo” sebagai Jupri
14. Sonia
sebagai Rahma
15. Robby
Tumewu sebagai Direktur
Alangkah lucunya negeri ini merupakan sebuah film
karya Deddy Mizwar, berisi tentang keadaaan bangsa Indonesia yang dipenuhi
dengan sangat banyak masalah seperti kasus kemiskinan, pengangguran dan tidak
kepedulian masyarakat akan
pentingnya pendidikan. Film ini juga
berisi sindiran keras kepada pemerintah Indonesia yang kurang memperhatikan
kehidupan anak jalanan, bahkan kebanyakan pemerintah kita hanya memperkaya diri
sendiri dengan cara memakan uang rakyat (korupsi) tanpa memperdulikan keadaan
rakyat yang semakin hari semakin miskin
dan tertindas. Hal inilah yang menyebabkan banyaknya kasus kriminal terjadi
dinegara ini, seperti kasus pencopetan misalnya. Perbuatan kriminal yang banyak
terjadi disebabkan karena banyaknya jumlah pengangguran dinegara ini tidak
sesuai dengan jumlah lowongan kerja yang ada, sehingga mau atau tidak mereka
terpaksa melakukan hal-hal yang tidak wajar untuk mendapatkan uang demi
kelangsungan hidup mereka.
Film bermula dari kisah seorang lelaki bernama Muluk
yang merupakan sarjana manajemen dan berasal dari keluarga yang sangat
mengedepankan pendidikan. Muluk merupakan anak dari Pak Makbul yang berprofesi
sebagai tukang jahit dikampungnya. Pak Makbul mempunyai 2 orang sahabat
seperguruan yang bernama Haji Sarbini dan Haji Rahmat. Mereka bertiga selalu
berdebat tentang penting atau tidak pentingnya pendidikan di Indonesia, Haji
Rahmat sependapat dengan Pak Makbul bahwa pendidikan itu sangat penting untuk
masa depan anak-anak mereka. Berbeda dengan kedua temannya tersebut, Haji
Sarbini bersikeras mengganggap bahwa pendidikan itu sama sekali tidak penting,
karena bagi Haji Sarbini tanpa pendidikan yang tinggipun anak-anaknya tetap
bisa mendapat pekerjaan, bisa menjadi orang sukses, bahkan bisa berangkat
menunaikan ibadah Haji.
Haji Sarbini memiliki seorang anak gadis yang bernama
Rahma. Rahma merupakan pujaan hati Muluk, mereka berencana akan menikah setelah
Muluk mendapatkan pekerjaan dan mempunyai penghasilan. Muluk sudah berusaha
melamar pekerjaan keberbagai kantor tetapi tidak satu pekerjaanpun ia dapatkan.
Saat Muluk melamar pekerjaan disebuah kantor, pemilik kantor tersebut bertanya
ilmu apa yang dimiliki oleh Muluk. Muluk pun menjelaskan bahwa ia adalah
seorang sarjana manajemen dan menguasai ilmu manajemen. Pemilik kantor tersebut
tertawa dan mengatakan bawa ilmu manajemen yang dimiliki oleh Muluk sama sekali
tidak berguna, karena pemilik kantor itu sudah menggunakan ilmu manajemen dari
berbagai Negara didunia tetapi tetap saja tidak bisa menyelamatkan
perusahaannya dari kebangkrutan. Saat Muluk lewat dipasar untuk melanjutkan
perjalanannya untuk mencari pekerjaan, ia melihat beberapa anak kecil yang
sedang mencopet. Diam-diam Muluk mengikuti anak tersebut dan menasehatinya agar
tidak mecopet, dan jika menginginkan sesuatu lebih baik meminta dari pada harus
mencopet. Tetapi jawaban anak tersebut sangat mengejutkan Muluk, anak tersebut
berkata “saya seorang pencopet bukan peminta-minta”. Mendengar jawaban itu Muluk hanya bisa
terdiam dan membiarkan anak tersebut pergi begitu saja.
Kemudian Muluk melanjutkan mencari pekerjaan lagi
kekantor yang lainnya, dan ia ditawari untuk menjadi TKI ke Malaysia tapi
tawaran itu tidak diterima oleh Muluk karena yang ada dipikirannya seorang TKI
akan disiksa dengan cambuk oleh majikannya. Meskipun tak kunjung mendapatkan
pekerjaan tidak membuat Muluk menyerah, ia tetap bersemangat untuk mencari
pekerjaan. Saat ia mampir kepenjual buku ditepi jalan, Muluk melihat buku
tentang beternak cacing dan membeli buku tersebut. Muluk berencana untuk
memulai usaha dengan beternak cacing, meskipun hal tersebut sempat diremehkan
oleh teman dan calon mertuanya Muluk tidak berputus asa.
Saat Muluk singgah makan disebuah warteg Muluk tidak
sengaja bertemu dengan anak kecil yang pernah ditemuinya sedang mencopet
dipasar, anak itu menawarkan diri untuk membayarkan makan Muluk. Karena
pertemuan yang tidak disengaja tersebut, Muluk akhirnya berkenalan dengan anak
kecil itu yang ternyata bernama Komet. Komet mengajak Muluk untuk ikut ke
Markasnya dan bertemu dengan Bos pencopet. Setelah berdiskusi dengan Bos
pencopet, kemudian Muluk bertemu dengan semua anak-anak pencopet disana dan
menawarkan sebuah kerja sama. Muluk menjelaskan bahwa ia akan mengajarkan
anak-anak tersebut bagaimana cara agar hasil mencopet mereka bisa dikembangkan
kebidang usaha yang lain, dan mereka tidak perlu mencopet lagi untuk
mendapatkan uang. Muluk meminta uang bayaran sebesar 10% dari penghasilan
mereka mencopet setiap harinya.
Muluk bercerita dengan ayahnya bahwa ia sudah
mendapatkan pekerjaan, ia bekerja dibagian pengembangan sumber daya manusia.
Keesokan harinya muluk mulai bekerja, Bos pencopet menjelaskan bahwa anak-anak
pencopet ini dibagi menjadi tiga kelompok. Pencopet mall dengan pakaian rapi
dan keren, pencopet pasar dengan pakaian seperti anak jalanan, dan pencopet
Angkot dengan pakaian seperti anak sekolahan. Masing-masing kelompok memiliki
ketua dan metode yang berbeda dalam melakukan aksi mencopet. Ada juga seorang
anak kecil yang bernama Mata Dewa yang bertugas menjaga markas dan sebagai
pengintai. Kemudian merekapun mulai melakukan aksi mereka mencopet
dimasing-masing tempat bagian mereka.
Sore harinya saat menyetorkan uang hasil copetan
mereka hari itu, Muluk mengetahui bahwa anak-anak pencopet itu tidak bisa
menulis, membaca dan berhitung. Muluk menyimpan uang hasil copetan mereka ke
Bank, dan sebagian disisihkan untuk membeli motor yang ia gunakan untuk
berangkat bekerja. Karena uang yang mereka kumpulkan sudah lumayan banyak,
Muluk berencana untuk memulai usahanya yaitu dengan menyuruh mereka pindah
pekerjaan dari mencopet menjadi pengasong. Tetapi semua anak-anak itu menolak,
karena bagi mereka mengasong itu hanya mendapatkan uang yang sedikit jika
dibandingkan dengan mencopet. Muluk tidak berputus asa, ia terus berusaha agar
anak-anak tersebut mau berubah menjadi lebih baik lagi untuk masa depan mereka
kelak.
Muluk mengajak temannya yang juga seorang
penggangguran dan hanya menghabiskan kesehariannya dengan bermain gaple untuk
bekerja sama, kemudian ia membawa Samsul kemarkas pencopet.Samsul merupakan
seorang sarjana pendidikan, Muluk meminta bantuan Samsul untuk mengajari
anak-anak tersebut bagaimana cara menulis, membaca dan berhitung. Pada awalnya
Samsul sangat terkejut karna diajak untuk mengajari anak-anak pencopet, tapi
pada akhirnya Samsul menerima tawaran Muluk karena ia memang sangat membutuhkan
pekerjaan. Samsul pun mulai mengajari anak-anak tersebut membaca, menulis dan
juga pengetahuan-pengetahuan sosial lainnya.
Muluk juga mengajak seorang teman wanitanya yaitu
Pipit yang merupakan anak dari Haji Rahmat. Pipit juga merupakan seorang
pengangguran, Pipit hanya menghabiskan waktunya setiap hari untuk mengikuti
kuis-kuis di TV agar bisa mendapatkan hadiahnya. Muluk meminta bantuan Pipit
untuk mengajari anak-anak tersebut ilmu agama. Pipit banyak mengajarkan ilmu
agama kepada anak-anak tersebut, mulai dari niat sholat, praktek sholat,
mengajarkan kepada mereka bahwa kebersihan itu adalah sebagian dari iman, dan
mereka juga diajarkan bagaimana caranya mandi yang bersih. Seiring waktu
berlalu akhirnya anak-anak tersebut sudah mulai bisa membaca, menulis,
berhitung, sudah mengetahui ilmu-ilmu agama, ilmu kewarganegaraan dan ilmu-ilmu
sosial. bahkan sebagian dari mereka sudah hapal pancasila, UUD, niat sholat,
bacaan sholat, dan sudah ada yang bisa melaksanakan sholat ke Mesjid. Mereka
juga diajarkan untuk melaksanakan upacara bendera, mengibarkan bendera, dan
menyanyikan lagu Indonesia Raya.
Pada suatu hari Haji Rahmat, Haji Sarbini dan pak
Makbul ingin melihat tempat kerja anak-anak mereka, Pipit pun terpaksa membawa
mereka kemarkas pencopet. Mereka bertiga sangat terkejut saat mengetahui bahwa
tempat kerja anak mereka bukanlah sebuah kantor melainkan sebuah rumah yang
dijadikan markas para pencopet. Akhirnya mereka tahu bahwa Muluk, Samsul dan
Pipit ternyata bekerja untuk mengajari anak-anak pencopet tersebut dan selama
ini anak mereka mendapatkan gaji dari uang hasil mencopet yang merupakan uang
haram. Pak Makbul dan Haji Rahmat sangat kecewa dan memohon ampun kepada Allah
atas dosa anak-anak mereka. Karena hal inilah akhirnya Muluk, Pipit dan Samsul
mulai berfikir untuk berhenti bekerja
disana, dan berhenti mengajari anak-anak tersebut.
Akhirnya mereka memutuskan untuk berhenti bekerja
dimarkas pencopet tersebut, Muluk memberikan buku tabungan yang berisi uang
sebesar 21.200.000 rupiah, ATM, motor yang dibelinya dengan uang dari hasil
mereka mencopet, dan enam kotak asongan kepada Bos mereka. Bos pencopet sangat
marah kepada anak-anak pencopet yang tidak mau mengikuti perintah Muluk untuk
menjadi pengasong, karena bagi Bos pencopet Muluk sudah sangat berjasa kepada
mereka semua. Ia juga mengatakan kepada anak-anak pencopet bahwa Negara ini
adalah Negara bebas, yang ingin mengasong silahkan mengasong dan yang ingin
mencopet silahkan silahkan mencopet.
Setelah berhenti bekerja dimarkas pencopet, Samsul dan
Pipit kembali kerutinitas masa lalu mereka sebagai pengangguran. Samsul kembali
bermain gaple bersama teman-temannya dan Pipit kembali mengikuti kuis-kuis
berhadian di TV. Sedangkan Muluk mulai ikut kursus menyetir, karena menurut
ayahnya Muluk jika bisa menyetir maka kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan
akan lebih banyak. Dimarkas para pencopet, ada enam orang yang memutuskan untuk
berubah menjadi pengasong dan tidak mencopet lagi. Tetapi yang lainnya tetap
menjadi pencopet sebagaimana biasanya. Saat mereka mengasong mereka bertemu
dengan Muluk yang sedang belajar menyetir mobil, Muluk pun tersenyum bangga
melihat mereka sudah berubah menjadi pengasong. Tiba-tiba datang rombongan
satpol pp yang mengejar mereka dan menangkap mereka, Muluk keluar dari mobil
dan berlari berusaha menyelamatkan mereka. Muluk berkata kepada para satpol pp
bahwa ia yang sudah menyuruh anak-anak tersebut untuk mengasong. Pada akhirnya
Muluk ditangkap dan dibawa oleh Satpol PP, anak-anak pengasong itupun menangis
melihat Muluk ditangkap. Tapi muluk tetap memberikan senyuman dan acungan
jempol kepada mereka, sebagai tanda bahwa ia sangat bangga kepada mereka yang
sudah berhenti mencopet dan menjadi pedagang asongan.
Film ini sangat bagus karena isi ceritanya sangat
sesuai dengan keadaan bangsa Indonesia saat ini, dimana pemerintah kita sangat
tidak peduli terhadap keadaan anak-anak
jalanan dan masyarakat miskin. Padahal sudah dijelaskan dalam UUD 1945
pasal 34 ayat (1) bahwa fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara
oleh negara dan menjadi tanggungjawab
pemerintah, tetapi kenyataannya keberadaan dan keselamatan mereka sama sekali
tidak mendapat perjatian dari pemerintah. Semoga setelah menonton film ini
pemerintah Indonesia segera sadar akan kewajiban mereka terhadap anak-anak yang
terlantar dan fakir miskin.
Film ini memiliki sedikit kekurangan, dimana film ini
seolah-olah menunjukkan bahwa banyak sarijana S1 yang kesulitan untuk
mendapatkan pekerjaan dan terlalu menunjukkan sisi negatif dari kinerja
pemerintahan Indonesia. Selain itu akhir dari film ini juga menggantung, kita
tidak mengetahui bagaimana nasib seorang sarjana manajemen yang bernama Muluk
setelah ditangkap oleh satpol pp saat menyelamatkan anak-anak jalanan.
Seolah-oleh film ini tidak selesai dan tidak ada akhirnya.
Resensi oleh: Febri Ranti |
Dari artikel di atas, saya serasa ingin menonton filmnya langsung, sangat menarik alur ceritanya, apalagi pada bagian Muluk dan kedua temannya mengajari anak jalanan yang menjadi pencopet, saya penasaran bagaimana usaha mereka memahamkan ilmu kepada para anak anak tersebut.
BalasHapusNamun sayang pada artikel ini, serasa terjadi pendapat yang kontra dari penulis, pada bagian kelebihan penulis menyampaikan kelebihan film tersebut karena mengkritik tajam pemerintah karena tidak peduli dengan nasib rakyat, namun pada bagian kekurangan penulis seolah berbalik dan menggap hal tersebut adalah kekurangan film. terima kasih