Jumat, 08 Juni 2018

DENIAS, SENANDUNG DI ATAS AWAN


Resensi Film Pendidikan Denias, Senandung Di Atas Awan
Related image
JUDUL FILM                  : Denias, Senandung di Atas Awan
PENULIS                        : Jeremias Nyangoen dan Monty Tiwa
PRODUSER                    : Nia Zulkarnaen dan Ari Sihasale
SUTRADARA                 : John de Rantau
TAHUN PRODUKSI      : 2006
DURASI                           : 110 Menit
NAMA PEMAIN             :
  • Albert Tom Joshua Fakdawer
  • Ari Sihasale
  •  Nia Zulkarnaen
  • Marcella Zalianty
  • Michael Jakarimilena
  • Pevita Eileen Pearce
  • Mathias Muchus
  • Audrey Papilaya
Film yang di adaptasi dari kisah nyata ini menceritakan tentang perjuangan seorang anak pedalaman suku Boneo  di Papua yang bernama Denias untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Denias mempunyai semangat, cita-cita dan impian yang tinggi untuk bersekolah. Denias merupakan seorang anak yang pandai, cekatan, berbakti kepada orang tua, serta berobsesi tinggi. Dalam pembelajaran ia lebih cepat dan lancar dalam menguasai pelajaran yang diberikan oleh Bapak Guru dari pada teman-temannya.
Film ini bermula saat upacara pemasangan Koteka di desa Boneo tempat tinggal Denias,  upacara tersebut untuk pemangasan koteka bagi anak laki-laki yang sudah dewasa.  setelah pemasangan koteka, maka terpisahlah Honai atau tempat tidur antara laki-laki dan perempuan termasuk suami dan istri dari suku boneo. Ada hal menarik setelah upacara tersebut yaitu pesan dari ibu Denias “Denias, kau sudah besar, jangan kau nakal. Kalau kau nakal gunung disana bisa makan kau. Tapi kalau kau belajar yang rajin, pintar sekolah gunung disana takut sama kau”. Begitulah cara ibu Denias menyemangati anaknya untuk bersekolah.

Setiap hari Denias kesekolah dengan penuh semangat sambil membawa jaring yang berisi alat tulis, baju kaos dan bola kaki. Dia harus melewati beberapa bukit untuk sampai di Sekolah,  walaupun sekolah yang dituju bangunannya tidak layak untuk proses belajar mengajar. Bentuk bagunan sekolahnya berupa rumah pondok kecil yang masyarakat setempat sebut honei, bangunan tersebutlah yang dijadikan tempat belajar darurat anak-anak dari desa Boneo.
Denias memiliki banyak teman, mulai dari teman baik yang sering membantu Denias, ada juga teman yang sering mengajak Denias keluar diam-diam dari Honei untuk menangkap hewan kuskus di Hutan dan juga ada teman yang sering menggagu dan selalu mengajak berkelahi Denias, dia bernama Noel. Noel merupakan anak kepala suku yang bermartabat tinggi di desa Boneo, hal itu membuat  Noel sombong dan angkuh. Namun bapak guru terus menasehati Denias agar tidak melawan Noel namun menjadikannya kekuatan dan semangat untuk belajar, karena bapak guru yakin Denias akan menjadi seorang ahli matematika kelak.

Masalah dimulai ketika ibu Denias terjatuh sebab kondisi kesehatannya yang kurang membaik. Ibunya mempunyai penyakit yang sudah lama tak kunjung sembuh karena dokter di desa tersebut tidak ada. Pada malam harinya Denias menemani ibunya yang sedang sakit, ibunya sempat berpesan bahwa ibunya ingin Denias menjadi orang yang sukses dan dibanggakan banyak orang. Berselang beberapa waktu  Denias dipanggil oleh teman-temannya untuk menangkap hewan kuskus di Hutan, karna teman-temannya menganggap Denias adalah orang yang cerdik dan hebat untuk menangkap dan memanah dengan baik. Namun saat Denias pulang dari hutan, Denias mendapati Honei yang ditempati ibunya terbakar dikarekan kelalaian Denias sendiri, yaitu ia menggantungkan bajunya didekat bara api unggun lalu api menyambar ke baju Denias dan langsung membakar Honei dimana ibunya tinggal yang mengakibatkan ibunya meninggal dunia. Maka diadakannlah upacara berkabung, bagi suami yang istrinya meninggal, jarinya dipotong untuk menandakan bahwa suami itu duda dan tradisi mandi Lumpur.
Hal ini membuat Denias hilang semangat untuk bersekolah lagi. Namun maleo datang untung menyemangatinya, agar Denias mengwujudkan keinginan ibunya yang ingin Denias bersekolah supaya menjadi orang sukses. Maleo adalah seorang TNI yang bertugas di desa Boneo, namun nama Maleo bukanlah nama sebenarnya, namum anak-anak dari desa Boneo biasa memanggil dengan sebutan Maleo. Maleo merupakan suatu nama dari satu korps pasukan khusus TNI yang ditugaskan di kepulauan Irian Jaya.
Keesokan harinya Denias bersemangat untuk bersekolah lagi, namun sesampainya di Sekolah Denias melihat bapak guru sudah pergi menggunakan helicopter. Pak guru pulang ke Jawa karena istrinya sedang sakit yang cukup parah. Denias bingung bagaimana cara dia belajar tampa adanya bapak guru. Kemudian Denias datang kepada Maleo dan menceritakan hal yang terjadi, lalu Maloe berkata “Denias, belajar itu bisa dari mana saja”. Akhirnya Maleo memutuskan untu mengajar Denias dan teman-temannya. Denias kembali belajar bersama-sama dengan temannya, ia bersemangat. Tapi semangatnya itu tidak didukung oleh ayahnya. Ia kerap dilarang untuk bersekolah, karena harus membantu ayahnya. Namun semangatnya tidak kunjung padam, ia bersekolah dengan sembunyi-sembunyi dari ayahnya.
Tetapi pada akhirnya Denias harus berhenti sekolah karena harus monolong ayahnya memasang pagar. Karena Maleo mengetahui Denias berhenti sekolah karena harus membantu sang ayah, Maleo membujuk Ayah Denias untuk membolehkan Denias untuk belajar kembali. Namun sang ayah menolak dengan berkata "Biarkan lah Denias menyelesaikan pekerjaannya itu, baru ia boleh sekolah, kau mengerti! kau kira kalo kau datang bisa membuat pekerjaannya menjadi cepat selesai!" mendengar jawaban dari ayah Denias Maleo pun langsung memanggil teman-teman Denias untuk membantu Denias memasang pagar lalu Maleo berkata " Jadi, karena Denias telah menyelesaikan pekerjaannya, maka Denias harus sekolah " Dengan terpaksa dan terdiam sang ayah pun menganggukkan kepalanya.

Berselang beberapa hari desa Boneo dilanda gempa bumi berkekuatan 5,8 Skala Richter membuat roboh sekolah darurat Denias. Denias dan teman-temannya tidak mempunyai tempat untuk bersekolah lagi. Maleo lalu berinisiatif untuk membangun tempat sekolah yang sangat sederhana, yang penting dapat dijadikan tempat belajar  di tepi danau. Pembangunan tempat itu ternyata mendapat teguran dari beberapa warga dan kepala suku. Walaupun berbagai masalah datang, Maleo tak menyerah ia tetap berusaha keras agar anak-anak desa Boneo bisa bersekolah kembali. Maleo juga meminta bantuan kepada tentara yang berada di Kota untuk mengirimkan paket yang berisikan seragam sekolah yang lengkap untuk anak-anak bersekolah agar menggunakan seragam. Namun keesokan harinya ternyata Maleo harus kembali bertugas di Kota, hari itu juga Maleo kembali ke Kota tanpa memberitahu  Denias dan kawan- kawan, ia hanya meninggalkan pesan singkat untuk Denias di kertas kecil yang ia tinggalkan dirumah dimana Maleo tinggal.
Kesedihannya makin menumpuk dan mebara-bara namun Denias ingat akan pesan ibunya dan sang Maleo untuk semangat mengerjar impiannya. Maleo pernah bilang ada sekolah fasilitas dibalik gunung. Agar bisa tetap sekolah, Denias pergi meninggalkan rumah. Tidak perduli perjalanan ke sana sangat jauh dan sama sekali tidak mudah, harus berhari-hari melewati sungai, hutan dan gunung, Denias terus mengejar cita-citanya.

Sesampainya di Kota, mendapat seorang teman yang bernama Enos yang seorang gelandangan. Denias tinggal bersama Enos di pinggiran jalan. Ia kemudian pergi kesekolah yang dimaksud. Disana ia bertemu dengan Noel yang telah duluan bersekolah disitu. Dan juga Denias bertemu dengan Ibu Gembala. Seorang wanita cantik dan berbudi luhur. Ibu Gembala menanyakan tujuan Denias datang ke sekolah itu. setelah panjang lebar dijelaskan, Ibu Gembala pun mengerti maksud dan tujuan Denias ke tempat itu, yaitu untuk bersekolah. Denias juga mengajak temannya Enos untuk bersekolah kembali, dan menyuruh Enos mengambil raport didesanya yang terletak jauh dari kota.

Berbagai macam cara Ibu Gembala  lakukan demi untuk membantu Denias bersekolah dengan cara seperti mengajukan permohonan kepada Ketua Yayasan Sekolah Kuala Kencana untuk memberikan beasiswa kepada Denias yang pintar dan cerdas tersebut, Ibu Gembala juga sempat bercek-cok pendapat dengan Kepala Sekolah dan guru-guru sekolah lainya. Keputusan Kepala Yayasan ternyata butuh waktu beberapa hari kedepan, karna membutuhkan banyak waktu akhirnya Ibu Gembala berfikir untuk memasukan Denias kedalam asrama sekolah. Namun sempat tak disetujui oleh Ibu Asrama tapi namun akhirnya Denias dapat tinggal di asrama tersebut. Saat sedang tinggal di asrama, Denias sering mendapatkan masalah dengan Noel, Noel sering menjahili Denias dan sering mengajak Denias untuk berkelahi.
Namun Denias selalu ingat pesan orang tua, bapak guru, Maleo dan Ibu Gembala yaitu bahwa orang yang pintar itu adalah orang yang bertengkar dengan pelajaran bukan dengan fisik, akhirnya Denias selalu mengalah, akan tetapi Ibu asrama, guru-guru dan kepala sekolah menganggap semua masalah berawal dari Denias bukan Noel. Hingga suatu ketika saat di kantin sekolah Noel menjahili Denias lagi dengan menyela kakinya sehingga Denias terjatuh, namun Denias tidak menghiraukannya, tapi Noel malah mengajaknya berkelahi. Noel mengayunkan tangan ingin memukul Denias, tapi kali ini ia sedikit membela diri. Piring yang masih ada digenggaman tangannya, ia jadikan alat untuk menangkis pukulan Noel. Tangan Noel pun patah dan berdarah sebab menghantam piring.
Karena masalah tersebut Denias merasa bersalah, ia beranggapan bahwa telah melanggar nasehat Ibu Gembala dan merasa tidak akan diterima bersekolah ditempat itu. Kemudian Denias meninggalkan asrama. Namun Denias sempat bingung apakah ia ingin langsung kembali ke ayahnya di desa atau berpamitan terlebih dahulu kepada Ibu Gembala, saat Denias sedang bingung tersebut ibu Gembala mendapatkan kabar bahagia dari Kepala Yayasana dan staf lainnya bahwa Denias diterima bersekolah di Sekolah tersebut karena  pihak sekolah  mengetahui bahwa Denias tak bermasalah, Dan Noel sudah mengakui kesalahannya dan ingin meminta maaf kepada Denias.
Ibu Gembala mencarinya kesana-kemari, namun tidak kunjung menemukan Denias. Saat Ibu Gembala kembali kerumahnya dengan muka lesu dan kecewa terdengar suara Denias, ternyata Denias memilih untuk berpamitan terlebih dahulu. Saat Denias sedang berpamitan dan meminta maaf atas kelakuannya Ibu Gembala memberitahu Denias bahwa dia akhirnya diterima di Sekolah tersebut. akhirnya Denias dapat bersekolah di Kota yang layak yang mungkin membawa ia kepada impiannya menjadi orang yang sukses, saat itu juga Denias langsung memeluk erat Ibu Gembala sambil menangis tersendu-sendu dan ia juga mengingat orang tuanya dan Maleo bahwa akhirnya impiannya bersekolah di Kota tercapai juga.

Keesokan harinya Denias mulai bersekolah, Denias dengan rapi mengenakan seragam merah putih lengkap dengan dasi dan topinya mengikuti upacara bendera. Disaat itulah temanya Enos datang dengan membawa raport yang telah dijemputnya dari desanya. Akhirnya Denias dan temannya Enos dapat bersekolah di Sekolah Kuala Kencana.
Film ini banyak menceritakan tentang semangat untuk sekolah dan banyak pesan moral yang dapat diambil dari film ini. Misalnya semangat untuk bersekolah, Dia harus melewati beberapa bukit untuk sampai di Sekolah,  walaupun sekolah yang dituju bangunannya tidak layak. walaupun selalu diusili oleh Noel temannya, dia tidak pernah menyerah untuk sekolah. Selanjtnya ketika gempa 5,8 SR melanda desanya yang membuat sekolahnya ambruk. Denias, gurunya dan teman-temannya yang lain bersama-sama membangun sekolah yang baru, kita bisa membayangkan betapa besarnya  semangat mereka untuk tetap sekolah. Jadi kita patut bersyukur, sekolah yang kita tempati sekarang bangunannya tidak seperti bangunan yang ada di film ini.
Ada juga Ibu Gembala yang penuh semangat mengabdi dan memperjuangkan nasib   seorang anak yang memiliki semangat belajar yang tinggi untuk masuk ke sekolah yang layak Yaitu Denias. Ibu Gembala banyak mendapat tentangan dari guru-guru lain di sekolah itu, akan tetapi dia tetap ingin agar Denias bisa diterima di sekolah itu. karena dia yakinDenias mempunyai kemampuan dan kemauan yang keras untuk belajar. Akhirnya, berkat kesabaran dan perjuangan dari Ibu Gembala, Denias bisa diterima di sekolah itu.
Film Senandung di Atas Awan, juga memperlihatkan sisi kehidupan dari suku pedalaman Papua yaitu suku Boneo. Hal ini dapat dilihat dari pakaian penduduk asli pedalaman masih di tunjukan dengan pakaian adat Papua, masih menggunakan koteka walupun sebagian sudah mengenal pakaian penutup. Tapi di dalam film ini memperlihatkan dengan jelas adat kebiasaan orang pedalaman disana, seperti rumah adat, logat bahasa juga sangat kental sekali. Dalam film ini di gambarkan secara jelas kehidupan di suku pedalamannya dari kebudayaannya. Contoh dalam film tersebut di gambarkan anak yang sudah beranjak dewasa diwajibkan memakai koteka dan setelah upacara pemakaian koteka tersebut dipisahkan tempat untuk laki-laki dan perempuan dan juga dalam upacara berkabung di Papua, suami yang istrinya meninggal, jarinya dipotong untuk menandakan bahwa suami itu duda dan tradisi mandi Lumpur. Untuk setting lokasi dilakukan di Pulau Cendrawasih, Papua. Difilm ini memperlihatkan alam Papua nan indah, gunung-gunung, hamparan savana hijau, hutan, hingga salju abadi di puncak Jayawijaya. Ini merupakan nilai plus bagi film Denias, Senandung di atas awan.
Akan tetapi ada kekurangan dalam penayangannya, dimana ada adegan perkelahian yang menyebabkan tangan Noel yang berkelahi dengan Denias tersebut menjadi patah. Semoga adegan ini tidak menjadi contoh bagi anak-anak yang menonton. Namun sebaiknya film ini bisa menjadi motivasi untuk anak-anak yang menontonnya, agar mempunyai semangat hidup, punya semangat belajar yang tinggi dan tidak berkecil hati walaupun hidup di tengah kondisi yang sangat memprihatinkan.

Resensi oleh Winda Lestari (11515200162)
Lestari.winda1710@gmail.com
" Jika engkau berusaha pada jalan kebenaran dan mewujudkan cita-cita di setiap langkah yang akan pasti membawamu pada suatu tujuan yang dimana setiap langkah yang engkau pilih dari awal tersebut , maka itu yang akan engkau tuju dari langkah awalmu"
Film ini mendapat penghargaan dari Festival Film Indonesia 2006, yaitu:
Pemeran Pria Terbaik                : Albert Fakdawer
Skenario Asli Terbaik               : Monty Tiwa
Skenario Adaptasi Terbaik       : Jeremias Nyangoen, Masree Ruliat, Monty Tiwa dan John de Rantau
Tata Sinematografi Terbaik      : Yudi Datau

1 komentar:

  1. Luar biasa, sungguh film yang sangat menginspirasi, semoga kita semua memiliki semangat tinggi seperti Denias untuk menggapai impian. Sayangnya, pada resensi ini masih terdapat kata yang salah ketik. Banyak kata penghubung yang tidak sesuai penempatannya, seperti pada kalimat "Pak guru pulang ke Jawa karena istrinya sedang sakit yang cukup parah" alangkah baiknya kata "yang" ditiadakan saja, kemudian pada kalimat "Maleo membujuk ayah Denias untuk memperbolehkan Denias untuk belajar kembali" sebaiknya kata "untuk" digunakan sekali saja. Terdapat juga bahasa yang tidak baku, salah satu contohnya "bercek-cok". Agar lebih baik penulis dapat menggantinya dengan kata yang baku. Pada bagian penutup sebaiknya dibedakan antara kelebihan, kekurangan maupun amanat yang tersirat agar pembaca lebih mudah memahami resensi filmnya. Teruslah berjuang membangun bangsa ya cantik��

    BalasHapus