Resensi Film Pendidikan
Denias, Senandung Di Atas Awan
JUDUL FILM
: Denias, Senandung di Atas Awan
PENULIS
: Jeremias Nyangoen dan Monty
Tiwa
PRODUSER : Nia Zulkarnaen dan Ari Sihasale
SUTRADARA : John de Rantau
TAHUN PRODUKSI : 2006
DURASI : 110 Menit
NAMA PEMAIN :
- Albert Tom Joshua Fakdawer
- Ari Sihasale
- Nia Zulkarnaen
- Marcella Zalianty
- Michael Jakarimilena
- Pevita Eileen Pearce
- Mathias Muchus
- Audrey Papilaya
Film yang di adaptasi dari kisah nyata ini menceritakan
tentang perjuangan seorang anak pedalaman suku Boneo di Papua yang bernama Denias untuk mendapatkan
pendidikan yang layak. Denias mempunyai semangat, cita-cita dan impian yang tinggi
untuk bersekolah. Denias merupakan seorang anak yang pandai, cekatan, berbakti
kepada orang tua, serta berobsesi tinggi. Dalam pembelajaran ia lebih cepat dan
lancar dalam menguasai pelajaran yang diberikan oleh Bapak Guru dari pada
teman-temannya.
Film ini bermula saat upacara pemasangan Koteka
di desa Boneo tempat tinggal Denias, upacara
tersebut untuk pemangasan koteka bagi anak laki-laki yang sudah dewasa. setelah pemasangan koteka, maka terpisahlah
Honai atau tempat tidur antara laki-laki dan perempuan termasuk suami dan istri
dari suku boneo. Ada hal menarik setelah upacara tersebut yaitu pesan dari ibu
Denias “Denias, kau sudah besar, jangan kau nakal. Kalau kau nakal gunung
disana bisa makan kau. Tapi kalau kau belajar yang rajin, pintar sekolah gunung
disana takut sama kau”. Begitulah cara ibu Denias menyemangati anaknya untuk
bersekolah.
Setiap hari Denias kesekolah dengan penuh
semangat sambil membawa jaring yang berisi alat tulis, baju kaos dan bola kaki.
Dia harus melewati beberapa bukit untuk sampai di Sekolah, walaupun sekolah yang dituju bangunannya
tidak layak untuk proses belajar mengajar. Bentuk bagunan sekolahnya berupa rumah
pondok kecil yang masyarakat setempat sebut honei, bangunan tersebutlah yang
dijadikan tempat belajar darurat anak-anak dari desa Boneo.
Denias memiliki banyak teman, mulai dari teman
baik yang sering membantu Denias, ada juga teman yang sering mengajak Denias keluar
diam-diam dari Honei untuk menangkap hewan kuskus di Hutan dan juga ada teman
yang sering menggagu dan selalu mengajak berkelahi Denias, dia bernama Noel. Noel
merupakan anak kepala suku yang bermartabat tinggi di desa Boneo, hal itu
membuat Noel sombong dan angkuh. Namun bapak
guru terus menasehati Denias agar tidak melawan Noel namun menjadikannya
kekuatan dan semangat untuk belajar, karena bapak guru yakin Denias akan
menjadi seorang ahli matematika kelak.
Masalah dimulai ketika ibu Denias terjatuh sebab
kondisi kesehatannya yang kurang membaik. Ibunya mempunyai penyakit yang sudah
lama tak kunjung sembuh karena dokter di desa tersebut tidak ada. Pada malam
harinya Denias menemani ibunya yang sedang sakit, ibunya sempat berpesan bahwa
ibunya ingin Denias menjadi orang yang sukses dan dibanggakan banyak orang. Berselang
beberapa waktu Denias dipanggil oleh
teman-temannya untuk menangkap hewan kuskus di Hutan, karna teman-temannya
menganggap Denias adalah orang yang cerdik dan hebat untuk menangkap dan
memanah dengan baik. Namun saat Denias pulang dari hutan, Denias mendapati
Honei yang ditempati ibunya terbakar dikarekan kelalaian Denias sendiri, yaitu ia
menggantungkan bajunya didekat bara api unggun lalu api menyambar ke baju Denias
dan langsung membakar Honei dimana ibunya tinggal yang mengakibatkan ibunya
meninggal dunia. Maka diadakannlah upacara berkabung, bagi suami yang istrinya
meninggal, jarinya dipotong untuk menandakan bahwa suami itu duda dan tradisi
mandi Lumpur.
Hal ini membuat Denias hilang semangat untuk
bersekolah lagi. Namun maleo datang untung menyemangatinya, agar Denias
mengwujudkan keinginan ibunya yang ingin Denias bersekolah supaya menjadi orang
sukses. Maleo adalah seorang TNI yang bertugas di desa Boneo, namun nama Maleo
bukanlah nama sebenarnya, namum anak-anak dari desa Boneo biasa memanggil
dengan sebutan Maleo. Maleo merupakan suatu nama dari satu korps pasukan khusus
TNI yang ditugaskan di kepulauan Irian Jaya.
Keesokan harinya Denias bersemangat untuk
bersekolah lagi, namun sesampainya di Sekolah Denias melihat bapak guru sudah
pergi menggunakan helicopter. Pak guru pulang ke Jawa karena istrinya sedang
sakit yang cukup parah. Denias bingung bagaimana cara dia belajar tampa adanya
bapak guru. Kemudian Denias datang kepada Maleo dan menceritakan hal yang terjadi,
lalu Maloe berkata “Denias, belajar itu bisa dari mana saja”. Akhirnya Maleo
memutuskan untu mengajar Denias dan teman-temannya. Denias kembali belajar
bersama-sama dengan temannya, ia bersemangat. Tapi semangatnya itu tidak
didukung oleh ayahnya. Ia kerap dilarang untuk bersekolah, karena harus
membantu ayahnya. Namun semangatnya tidak kunjung padam, ia bersekolah dengan
sembunyi-sembunyi dari ayahnya.
Tetapi pada akhirnya Denias harus berhenti sekolah
karena harus monolong ayahnya memasang pagar. Karena Maleo mengetahui Denias
berhenti sekolah karena harus membantu sang ayah, Maleo membujuk Ayah Denias
untuk membolehkan Denias untuk belajar kembali. Namun sang ayah menolak dengan
berkata "Biarkan lah Denias menyelesaikan pekerjaannya itu, baru ia boleh
sekolah, kau mengerti! kau kira kalo kau datang bisa membuat pekerjaannya menjadi
cepat selesai!" mendengar jawaban dari ayah Denias Maleo pun langsung
memanggil teman-teman Denias untuk membantu Denias memasang pagar lalu Maleo
berkata " Jadi, karena Denias telah menyelesaikan pekerjaannya, maka Denias
harus sekolah " Dengan terpaksa dan terdiam sang ayah pun menganggukkan
kepalanya.
Berselang beberapa hari desa Boneo dilanda gempa
bumi berkekuatan 5,8 Skala Richter membuat roboh sekolah darurat Denias. Denias
dan teman-temannya tidak mempunyai tempat untuk bersekolah lagi. Maleo lalu
berinisiatif untuk membangun tempat sekolah yang sangat sederhana, yang penting
dapat dijadikan tempat belajar di tepi
danau. Pembangunan tempat itu ternyata mendapat teguran dari beberapa warga dan
kepala suku. Walaupun berbagai masalah datang, Maleo tak menyerah ia tetap
berusaha keras agar anak-anak desa Boneo bisa bersekolah kembali. Maleo juga
meminta bantuan kepada tentara yang berada di Kota untuk mengirimkan paket yang
berisikan seragam sekolah yang lengkap untuk anak-anak bersekolah agar
menggunakan seragam. Namun keesokan harinya ternyata Maleo harus kembali
bertugas di Kota, hari itu juga Maleo kembali ke Kota tanpa memberitahu Denias dan kawan- kawan, ia hanya meninggalkan
pesan singkat untuk Denias di kertas kecil yang ia tinggalkan dirumah dimana
Maleo tinggal.
Kesedihannya makin menumpuk dan mebara-bara
namun Denias ingat akan pesan ibunya dan sang Maleo untuk semangat mengerjar
impiannya. Maleo pernah bilang ada sekolah fasilitas dibalik gunung. Agar bisa
tetap sekolah, Denias pergi meninggalkan rumah. Tidak perduli perjalanan ke
sana sangat jauh dan sama sekali tidak mudah, harus berhari-hari melewati
sungai, hutan dan gunung, Denias terus mengejar cita-citanya.
Sesampainya di Kota, mendapat seorang teman yang
bernama Enos yang seorang gelandangan. Denias tinggal bersama Enos di pinggiran
jalan. Ia kemudian pergi kesekolah yang dimaksud. Disana ia bertemu dengan Noel
yang telah duluan bersekolah disitu. Dan juga Denias bertemu dengan Ibu Gembala.
Seorang wanita cantik dan berbudi luhur. Ibu Gembala menanyakan tujuan Denias
datang ke sekolah itu. setelah panjang lebar dijelaskan, Ibu Gembala pun
mengerti maksud dan tujuan Denias ke tempat itu, yaitu untuk bersekolah. Denias
juga mengajak temannya Enos untuk bersekolah kembali, dan menyuruh Enos
mengambil raport didesanya yang terletak jauh dari kota.
Berbagai macam cara Ibu Gembala lakukan demi untuk membantu Denias bersekolah
dengan cara seperti mengajukan permohonan kepada Ketua Yayasan Sekolah Kuala
Kencana untuk memberikan beasiswa kepada Denias yang pintar dan cerdas
tersebut, Ibu Gembala juga sempat bercek-cok pendapat dengan Kepala Sekolah dan
guru-guru sekolah lainya. Keputusan Kepala Yayasan ternyata butuh waktu
beberapa hari kedepan, karna membutuhkan banyak waktu akhirnya Ibu Gembala
berfikir untuk memasukan Denias kedalam asrama sekolah. Namun sempat tak
disetujui oleh Ibu Asrama tapi namun akhirnya Denias dapat tinggal di asrama
tersebut. Saat sedang tinggal di asrama, Denias sering mendapatkan masalah dengan
Noel, Noel sering menjahili Denias dan sering mengajak Denias untuk berkelahi.
Namun Denias selalu ingat pesan orang tua, bapak
guru, Maleo dan Ibu Gembala yaitu bahwa orang yang pintar itu adalah orang yang
bertengkar dengan pelajaran bukan dengan fisik, akhirnya Denias selalu
mengalah, akan tetapi Ibu asrama, guru-guru dan kepala sekolah menganggap semua
masalah berawal dari Denias bukan Noel. Hingga suatu ketika saat di kantin sekolah
Noel menjahili Denias lagi dengan menyela kakinya sehingga Denias terjatuh,
namun Denias tidak menghiraukannya, tapi Noel malah mengajaknya berkelahi. Noel
mengayunkan tangan ingin memukul Denias, tapi kali ini ia sedikit membela diri.
Piring yang masih ada digenggaman tangannya, ia jadikan alat untuk menangkis
pukulan Noel. Tangan Noel pun patah dan berdarah sebab menghantam piring.
Karena masalah tersebut Denias merasa bersalah,
ia beranggapan bahwa telah melanggar nasehat Ibu Gembala dan merasa tidak akan
diterima bersekolah ditempat itu. Kemudian Denias meninggalkan asrama. Namun Denias
sempat bingung apakah ia ingin langsung kembali ke ayahnya di desa atau berpamitan
terlebih dahulu kepada Ibu Gembala, saat Denias sedang bingung tersebut ibu
Gembala mendapatkan kabar bahagia dari Kepala Yayasana dan staf lainnya bahwa
Denias diterima bersekolah di Sekolah tersebut karena pihak sekolah mengetahui bahwa Denias tak bermasalah, Dan
Noel sudah mengakui kesalahannya dan ingin meminta maaf kepada Denias.
Ibu Gembala mencarinya kesana-kemari, namun
tidak kunjung menemukan Denias. Saat Ibu Gembala kembali kerumahnya dengan muka
lesu dan kecewa terdengar suara Denias, ternyata Denias memilih untuk
berpamitan terlebih dahulu. Saat Denias sedang berpamitan dan meminta maaf atas
kelakuannya Ibu Gembala memberitahu Denias bahwa dia akhirnya diterima di Sekolah
tersebut. akhirnya Denias dapat bersekolah di Kota yang layak yang mungkin membawa
ia kepada impiannya menjadi orang yang sukses, saat itu juga Denias langsung
memeluk erat Ibu Gembala sambil menangis tersendu-sendu dan ia juga mengingat
orang tuanya dan Maleo bahwa akhirnya impiannya bersekolah di Kota tercapai
juga.
Keesokan harinya Denias mulai bersekolah, Denias
dengan rapi mengenakan seragam merah putih lengkap dengan dasi dan topinya
mengikuti upacara bendera. Disaat itulah temanya Enos datang dengan membawa
raport yang telah dijemputnya dari desanya. Akhirnya Denias dan temannya Enos
dapat bersekolah di Sekolah Kuala Kencana.
Film ini banyak menceritakan tentang semangat
untuk sekolah dan banyak pesan moral yang dapat diambil dari film ini. Misalnya
semangat untuk bersekolah, Dia harus melewati beberapa bukit untuk sampai di Sekolah, walaupun sekolah yang dituju bangunannya
tidak layak. walaupun selalu diusili oleh Noel temannya, dia tidak pernah
menyerah untuk sekolah. Selanjtnya ketika gempa 5,8 SR melanda desanya yang
membuat sekolahnya ambruk. Denias, gurunya dan teman-temannya yang lain
bersama-sama membangun sekolah yang baru, kita bisa membayangkan betapa
besarnya semangat mereka untuk tetap
sekolah. Jadi kita patut bersyukur, sekolah yang kita tempati sekarang
bangunannya tidak seperti bangunan yang ada di film ini.
Ada juga Ibu Gembala yang penuh semangat
mengabdi dan memperjuangkan nasib
seorang anak yang memiliki semangat belajar yang tinggi untuk masuk ke
sekolah yang layak Yaitu Denias. Ibu Gembala banyak mendapat tentangan dari
guru-guru lain di sekolah itu, akan tetapi dia tetap ingin agar Denias bisa
diterima di sekolah itu. karena dia yakinDenias mempunyai kemampuan dan kemauan
yang keras untuk belajar. Akhirnya, berkat kesabaran dan perjuangan dari Ibu
Gembala, Denias bisa diterima di sekolah itu.
Film Senandung di Atas Awan, juga memperlihatkan
sisi kehidupan dari suku pedalaman Papua yaitu suku Boneo. Hal ini dapat
dilihat dari pakaian penduduk asli pedalaman masih di tunjukan dengan pakaian
adat Papua, masih menggunakan koteka walupun sebagian sudah mengenal pakaian
penutup. Tapi di dalam film ini memperlihatkan dengan jelas adat kebiasaan
orang pedalaman disana, seperti rumah adat, logat bahasa juga sangat kental
sekali. Dalam film ini di gambarkan secara jelas kehidupan di suku pedalamannya
dari kebudayaannya. Contoh dalam film tersebut di gambarkan anak yang sudah
beranjak dewasa diwajibkan memakai koteka dan setelah upacara pemakaian koteka
tersebut dipisahkan tempat untuk laki-laki dan perempuan dan juga dalam upacara
berkabung di Papua, suami yang istrinya meninggal, jarinya dipotong untuk
menandakan bahwa suami itu duda dan tradisi mandi Lumpur. Untuk setting lokasi
dilakukan di Pulau Cendrawasih, Papua. Difilm ini memperlihatkan alam Papua nan
indah, gunung-gunung, hamparan savana hijau, hutan, hingga salju abadi di
puncak Jayawijaya. Ini merupakan nilai plus bagi film Denias, Senandung di atas
awan.
Akan tetapi ada kekurangan dalam penayangannya,
dimana ada adegan perkelahian yang menyebabkan tangan Noel yang berkelahi
dengan Denias tersebut menjadi patah. Semoga adegan ini tidak menjadi contoh
bagi anak-anak yang menonton. Namun sebaiknya film ini bisa menjadi motivasi
untuk anak-anak yang menontonnya, agar mempunyai semangat hidup, punya semangat
belajar yang tinggi dan tidak berkecil hati walaupun hidup di tengah kondisi
yang sangat memprihatinkan.
Resensi oleh Winda Lestari (11515200162)
Lestari.winda1710@gmail.com
" Jika
engkau berusaha pada jalan kebenaran dan mewujudkan cita-cita di setiap langkah
yang akan pasti membawamu pada suatu tujuan yang dimana setiap langkah yang
engkau pilih dari awal tersebut , maka itu yang akan engkau tuju dari langkah
awalmu"
Film ini mendapat penghargaan dari Festival Film Indonesia
2006, yaitu:
Pemeran Pria Terbaik : Albert Fakdawer
Skenario Asli Terbaik : Monty Tiwa
Skenario Adaptasi Terbaik : Jeremias Nyangoen, Masree Ruliat,
Monty Tiwa dan John de Rantau
Tata Sinematografi Terbaik : Yudi Datau
Luar biasa, sungguh film yang sangat menginspirasi, semoga kita semua memiliki semangat tinggi seperti Denias untuk menggapai impian. Sayangnya, pada resensi ini masih terdapat kata yang salah ketik. Banyak kata penghubung yang tidak sesuai penempatannya, seperti pada kalimat "Pak guru pulang ke Jawa karena istrinya sedang sakit yang cukup parah" alangkah baiknya kata "yang" ditiadakan saja, kemudian pada kalimat "Maleo membujuk ayah Denias untuk memperbolehkan Denias untuk belajar kembali" sebaiknya kata "untuk" digunakan sekali saja. Terdapat juga bahasa yang tidak baku, salah satu contohnya "bercek-cok". Agar lebih baik penulis dapat menggantinya dengan kata yang baku. Pada bagian penutup sebaiknya dibedakan antara kelebihan, kekurangan maupun amanat yang tersirat agar pembaca lebih mudah memahami resensi filmnya. Teruslah berjuang membangun bangsa ya cantik��
BalasHapus