Sabtu, 09 Juni 2018

Denias, Senandung di Atas Awan(2)


resensi
Denias, Senandung di Atas Awan
Oleh: Nurhayati Nupus

Judul Film       : Denias, Senandung di Atas Awan
Penulis             : Jeremias Nyangoen dan Monty Tiwa
Produser         : Nia Zulkarnaen dan Hartawan Triguno
P. Eksekutuf    : Ingrid Pribadi
P. Asosiasi       : Nia Suhasale Zulkarnaen
Sutradara       : John de Rantau
Distributor     : Alinea Pictures
Editor             : Andhy Pulung
Sinematografi : Yudi Datau
Tahun Produksi : 19 Oktober 2006
Durasi             : 1 : 49 : 39
P. Artistik       : Budi Riyanto Karung
P. Suara         :Adityawan Susanto dan Dwi Budi Priyanto


 Pemain Lainnya: Chalvin Wanda (Feliz), Yahuda Rumbindi(Markus), Sonya Baransano (Jaga), Ramandel Thamo (Bapak Noel), Yall Mabel (Kepala Suku), Roni Wabia (Guru Olahraga), Ismail Kogoya (Ketua Adat), Ronaldo Manobi (Dr. Rosaline Koibur), Christian (Marianus Mabel), Syamsul (Natalis Himan), Marvin (Marius Mabel), Deo (Wamilik), Bintang (Leme), Glis (Obet), Bayu (Albert), Anti (Anias), Hartawan Triguna (Yebera), Sam Koibur (Higidek), Andreas (Wakan), dan pemain pendukung lainnya.
Denias merupakan tokoh utama yang diperankan oleh Albert Tom Joshua Fakdawer yang disutradarai oleh John de Rantau. Film “Denias, Senandung di Atas Awan” yang sangat menginspirasi ini diangkat dari kisah nyata tentang sebuah perjalanan hidup seorang anak pedalaman dalam menggapai cita-cita dan impiannya. Usia anak itu adalah usia anak Sekolah Dasar, namun ia mampu menghadapi segala tantangan demi mendapatkan kelayakan pendidikan. Ia hidup dalam lingkungan masyarakat suku Boneo. Tepatnya di daerah Papua, Irian Jaya.

isi
Nama sang pejuang itu adalah Denias. Ia berasal dari keluarga miskin, yang merupakan anak dari seorang petani. Meskipun demikian, ia memiliki cita-cita dan impian yang sangat tinggi, yaitu mengenyam lembaga pendidikan. Tepat di daerahnya tidak memiliki lembaga pendidikan yang resmi dan layak dijadikan tempat berlangsungnya proses belajar dan mengajar. Biasanya, ia dan anak-anak desa yang lain bersekolah di sebuah Honei. Honei merupakan sebuah bangunan rumah yang saat itu dijadikan tempat belajar darurat, kondisinya sangat memprihatinkan hanya terbuat dari kayu, papan dan jerami kering.



Denias bukanlah anak dari seorang kepala suku, melainkan hanyalah masyarakat desa biasa. Denias merupakan seorang anak yang pandai, cekatan, berbakti kepada orang tua, serta berobsesi tinggi. Denias memiliki banyak teman dengan keramahtamahannya, akan tetapi, terdapat seorang teman bernama Noel yang selalu berbuat tidak baik kepadanya dan selalu mencuranginya baik di sekolah maupun ketika bermain di lingkungannya. Noel selalu berbuat semena-mena dan berkata kasar kepadanya, dikarenakan Noel yang notabennya anak seorang kepala suku yang kaya dan bermartabat. Perbedaan diantara mereka juga memicu sering terjadinya perkelahian. Denias sangat pemberani, ia akan melawan siapapun demi kebenaran, tak perduli dengan siapa ia berhadapan.

Pada mulannya Denias dan teman-temannya di Honei tersebut diajar oleh seorang guru yang berasal dari Jawa. Denias terlihat cerdas dibanding dengan teman-temannya yang lain khususnya dalam pembelajaran matematika. Ia rajin pergi ke sekolah, walaupun dengan jarak tempuh yang cukup jauh. Guru tersebut mengajarkan mereka dengan sangat tegas dan disiplin. Ia sangat berwibawa dan pandai mengontrol situasi. Hal ini mengakibatkan semua anak termasuk yang nakal pun selalu mematuhi perintah dan hukumannya.

Tak lama kemudian guru tersebut kembali ke Jawa karena mendapat kabar istrinya sedang sakit keras. Hingga pada akhirnya Denias mampu menyentuh hati seorang tentara RI untuk mengajar di sekolah darurat tersebut. Tentara itu biasa dipanggil Maleo oleh masyarakat, padahal bukan nama aslinya melainkan nama suatu pasukan khusus TNI yang ditugaskan di pulau Cendrawasih tersebut.
Denias memang anak yang berbakti kepada kedua orang tuanya. Hal itu dilakukannya sehari-hari. Suatu ketika ibunya terjatuh sebab kondisi kesehatan yang kurang membaik. Melihat hal itu, Denias langsung sigap menghampirinya dan menolongnya. Ia berteriak histeris. Kebaktiannya terlihat sangat mendalam saat ia berkenan merawat ibunya dengan tulus dan ikhlas.
Penyesalan timbul ketika Denias menggantungkan bajunya yang dekat dengan sumber api dan meninggalkan ibunya dalam keadaan sakit. Ia beranggapan ibunya sedang tertidur pulas. Sangat disayangkan baju yang tergantung itu menyebabkan api membesar dan ibunya pun meninggal dalam keadaan terbakar. Derai air mata tak lagi tertahankan. Ia mengalami sok berat selama beberapa hari.  Ia sangat menyesal dan hanya bisa bermurung saja. Kemudian maleo datang memberikan semangat hidup baru kepadanya sehingga ia pun kembali ceria dan mulai bergegas mengejar mimpi. Ada adat unik di desanya yaitu setiap yang anggota keluarganya meninggal, maka harus dipotong jarinya.


Denias kembali belajar bersama-sama dengan temannya. Ia sangat bersemangat. Tapi semangatnya itu tidak didukung oleh orang tuanya. Ia kerap dilarang untuk bersekolah. Ia disuruh membantu bapaknya di rumah. Dalam kondisi semacam itu, semangatnya tidak kunjung padam. Ia bersekolah dengan sembunyi-sembunyi dari bapaknya. Tak lama kemudian, honei itu roboh dan hancur oleh gempa bumi. Denias dan teman-temannya tidak punya tempat sekolah lagi. Maleo lalu berinisiatif untuk membangun tempat sekolah yang sangat sederhana. Prinsip dalam membangun honai tersebut yang penting dapat dijadikan tempat belajar dan pembelajaran.
Pembangunan honai itu ternyata mendapat hujatan dari beberapa warga dan kepala suku. Tempat itu dilarang berdiri disana. Tidak lama dari kejadian tersebut, Maleo pun dipindahtugaskan dari kampung Denias. Kini Denias kembali dirundung duka sebab tidak dapat belajar dan bersekolah lagi. Dalam kondisi tersebut, Denias terobsesi oleh kata-kata Maleo bahwa di balik gunung ada tempat sekolah, tepatnya di kota. Hati Deniaspun merasa terpanggil. Ia kemudian memutuskan diri untuk meningalkan kampung halamannya dan juga orang tuanya. Ia pergi dengan sembunyi-sembunyi. Ia melewati gunung dan lembah untuk sampai ke kota. Ia berlari kencang untuk segera sampai di kota. Sungguh jauh tempat yang ditempuh Denias, namun tidak menyurutkan api semangatnya untuk bersekolah. Walau tidak mengetahui arah tujuan yang jelas ia tetap berjuang dengan berbagai macam cara, dan pembekalan seadanya.
Sesampainya di kota, mendapat seorang teman yang bernama Enos. Ia adalah anak gelandangan yang sudah putus sekolah. Untuk sementara waktu, Denias tinggal bersama Enos di pinggiran jalan, dengan makanan secukupnya, bahkan Enos sempat mengajak Denias untuk mencuri makanan, namun Denias tetap mengingat pesan gurunya bahwa mencuri itu tindakan yang tidak baik. Tak butuh waktu lama, Denias pun kemudian pergi ke sekolah yang dimaksud. Di sana ia bertemu dengan Bu Sam. Seorang wanita cantik dan berbudi luhur. Bu Sam sangat peduli,  ia menanyakan tujuan Denias datang ke sekolah itu. setelah panjang lebar dijelaskan, Bu Sam pun tahu maksud dan tujuan Denias datang ke sekolah di kota tersebut, yaitu tidak lain untuk bersekolah.
Kepolosan, kegigihan serta kejujurannya membuat bu Sam dalam dilema. Berdasarkan aturan sekolah yang ada, Denias tidak dapat masuk di sekolah tersebut. Hal itu disebabkan Denias tidak punya cukup uang untuk biaya sekolah. Lebih dari itu, Denias tidak memiliki raport. Ia hanya membawa bola dan peta Indonesia yang diajarkan oleh Maleo seketika berada di desanya dahulu. Bu Sam berusaha keras untuk bisa memasukkan Denias ke sekolah tersebut. Ia mensosialisasikannya kepada semua guru dan pengurus sekolah. Ia juga berusaha memperbaiki kebiasaan buruk dimana terdapat tindakan yang tidak adil terhadap masyarakat biasa.
Sementara waktu, Denias tinggal di rumah Bu Sam. Namun tidak lama kemudian ia tinggal di asrama sekolah. Walaupun di asrama selalu diganggu oleh Noel. Semampunya Denias selalu berusaha untuk menahan diri dan tidak melawannya. Ia sangat sabar dalam menghadapi sikap Noel,  walaupun di hajar habis-habisan ia tetap mengalah, semua ia lakukan hanya demi menggapai cita-citanya. Mengingat pesan dari bu Sam bahwa syarat yang diminta bu Sam yaitu tidak boleh nakal, berkelahi, serta membuat ulah agar bisa diterima di sekolah tersebut.
Saat di asrama, Noel juga bersikap sama, bahkan lebih kejam dari sebelumnya. Ia membuat peraturan sendiri untuk tidak memperkenankan teman-temannya memberi tempat tidur pada Denias. Tempat tidur yang semestinya diperuntukkan Denias ia ambil alih. Sedangkan tempat tidurnya dibiarkan kosong. Denias dalam setiap malamnya selalu tidur di lantai tanpa alas suatu apapun. Dengan kondisi seperti itu, Denias akhirnya jatuh sakit. Tapi tidak lama kemudian dia sembuh. Karena ia mendapatkan perawatan serta kasih sayang dari sahabat-sahabatnya.
Bu Sam berjanji kepada Denias bahwa ia akan dapat masuk di sekolah itu. Selama berada di lingkungan sekolah, Denias bertemu dengan seorang anak gadis yang berama Angel. Ia baik hati dan sangat ramah. Mereka berteman sangat akrab. Hal itu menyebabkan Noel sakit hati. Saat itu jugalah Denias tahu bahwa Noel juga sekolah di tempat itu. Wajar saja,  karena Noel adalah seorang anak kepala desa dan merupakan orang kaya.
Di sekolah itu Denias masih belum diterima sebagai murid. Namun, disana difungsikan sebagai pelayan kantin. Melayani seluruh siswa yang sedang makan dan keperluan siswa lainnya. Suatu ketika, saat jam istirahat dan makan, Denias mengantarkan hidangan kepada siswa-siswa tersebut. Denias dalam menjalankan tugasnya kembali mendapat perlakuan yang kurang baik dari Noel. Denias disandung kakinya oleh Noel hingga Denias pun terjatuh dengan segala barang bawakannya.Denias tidak menghiraukannya, tapi Noel malah mengajaknya berkelahi. Noel memancing emosi Denias dengan mengayunkan tangan mencoba memukul Denias. Kali ini Denias sedikit membela diri. Piring yang masih ada di genggaman tangannya, dijadikan sebagai alat untuk menangkis pukulan Noel sama seperti penggunaan tameng saat berperang. Tangan Noel pun patah dan berdarah sebab menghantam piring yang kemudian pecah berkeping-keping.
Denias merasa bersalah. Dalam hatinya, terbersit rasa salah yang begitu besar. Ia beranggapan bahwa telah melanggar nasehat Bu Sam. Dan ia pasti tidak akan diterima bersekolah di tempat itu. ia kemudian berlari kencang keluar. Entah kemana ia pergi, sungguh jauh ia berlari. Tanpa arah ia terus berlari seolah menyerah dan putus asa.
Bu Sam mencarinya kesana-kemari, namun tak kunjung menemukannya. Sesampainya bu Sam d rumah dengan rasa kecewa karena tidak menemukan Denias. Seketika itu juga Denias menghampirinya dengan tujuan akan pamit kembali ke kampung halamannya. Ia benar-benar putus asa. Ia merasa bahwa impian dan cita-citanya untuk bersekolah kini telah hancur seperti butiran debu dikarenakan satu kesalahan yang dilakukannya, yaitu dengan melukai Noel. Ia juga beralasan ingin bertemu dengan orang tuanya. Sangat mengharukan ketika bu Sum mencegahnya dengan mengumumkan kelulusannya dan ia pun diterima di sekolah tersebut setelah menunggu lama dan berjuang sangat hebat dalam menghadapi tantangan maupun hinaan.
Kebahagiaan lainnya tidak hanya Denias,  namun Enos yang telah bwrjuang menjemput raport dengan jarak yang sangat jauh hanya dengan berlari bahkan menyebrang sungai. Perjuangan yang luar biasa akan selalu mendapatkan hasil yang sangat memuaskan.    


              Hati Denias berbunga-bunga. Impian dan cita-citanya kini tercapai juga. Ia pun mengurungkan niatnya untuk pulang ke kampung halamannya. Ia bersekolah dan mulai mengukir masa depannya. Denias menari di atas awan.

penutupan
Kelebihan:
Terdapat beberapa kelebihan dalam film ini, yaitu: mengangkat tema pendidikan yang luar biasa dan dapat dijadikan sebagai acuan dalam bidang pendidikan, memperlihatkan nilai-nilai adat istiadat serta budaya di pulau Cendrawasih, keindahan alam secara tidak langsung juga diikutsertakan sehingga film menjadi lebih menarik alur nya yang maju memudahkan penonton untuk memahami dan mengambil makna tanpa ada pemahaman yang ambigu.
Kekurangan:
Sayangnya terdapat adegan perkelahian, bahkan menyebabkan tangan salah seorang dari anak tersebut berdarah. Semoga tidak ada yang menirukan adegan ini,  apalagi anak yang berada di tingkat Sekolah Dasar.
Amanat:
Banyak makna yang dapat kita ambil. Berjuanglah semaksimal mungkin agar dapat meraih cita-cita serta dapat membanggakan orang tua. Proses belajar mengajar dapat dilakukan dimana saja dan  dengan siapa saja asalkan memiliki niat dan daya juang yang tinggi. Seorang guru seharusnya mampu mengabdi ke pedalaman sebagai upaya pemerataan pendidikan.

Ayo, Segera Putar filmnya sobat !!

2 komentar:

  1. assalamualaikum.
    sungguh tulisan yang bagus, dengan adanya tulisan-tulisan dan karya-karya yang menginpirasi seperti ini membuat para generasi muda tertarik untuk menonton film yang bertemakan pendidikan. pada tulisan diatas telah tergambarkan bagaimana jalan cerita dari film tersebut dan hikmah atau amanat yang bisa diambil setelah menonton film tersebut dengan rinci. tetapi, masih ada beberapa kata didalam paragraf yang tidak nyambung seperti "Denias bukanlah anak dari seorang kepala suku, melainkan hanyalah masyarakat desa biasa. Denias merupakan seorang anak yang pandai, cekatan, berbakti kepada orang tua, serta berobsesi tinggi. Sekolah darurat menyimpan banyak kenangan bersama guru dan teman-temannya." dimana awalnya membahas sifat denias kalimat selanjutnya loncat membahas sekolah darurat. mungkin penulis bisa menyusun kata-kata yang lebih jelas agar tidak terkesan meloncat. selanjutnya kesalahan menginput foto ayah denias, setahu saya ayah denias bukan yang di foto dalam tulisan di atas, dan yang terakhir kesalahan pengetikan, mungkin penulis bisa mereviw kembali tulisannya sebelum di publish agar tidak terjadi kesalahan penulisan.
    cukup sekian, tetaplah semangat dalam berkarya :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wa'alaikumsalam, terimakasih atas saran dan kritikan yang membangun ya sobat. Berdasarkan saran maka tulisan ini telah penulis perbarui. Sedangkan bapak Denias benar adanya seperti yang telah tertera pada tulisan ini yaitu bapak Samuel yang diperankan oleh Michael Jakarimilena. Mungkin sobat kurang mengenalinya karena foto di ambil pada peran awal film tersebut. Hal ini dikarenakan pada saat itulah ayah Denias berpakaian sedikit tertutup,seperti yang kita ketahui pada film ini sangat terasa budaya asli Papua baik dari bentuk rumah, pakaian dan lain segainya :)

      Hapus