“ golan mirah” Legenda mistis dari kota ponorogo
Golan dan Mirah adalah legenda asli dari daerah Jawa Timur tepatnya di Ponorogo,
legenda ini sangat menarik bagi penulis, didapatkan langsung dari
mahasiswa Institut Agama Islam Negeri
Ponorogo (IAIN Ponorogo).
Terdapat dua orang anggota dari kontingen
(IAIN Ponorogo) ini yang berasal dari desa Golan
dan desa Mirah. Konon diceritakan terdapat daerah yang bernama
desa Golan dan desa Mirah di kecamatan Sukorejo. Air dari kedua desa tersebut
seharusnya bertemu di sebuah sungai, namun ternyata tidak bisa menyatu.
Bagaikan air dan minyak. Air dari Golan terlihat lebih gelap dibandingkan air
dari Mirah.
Konon diceritakan ada ki Honggolono
yang sangat disegani dan memiliki kesaktian yang tinggi. Ia memiliki putra
bernama Joko Lancur. Sisi lain ada ki Ageng Mirah yang memiliki putri bernama Mirah Putri Ayu.
Singkat cerita Joko Lancur dan Mirah Putri Ayu saling menyukai dan pada
akhirnya ki Honggolono bersama Joko Lancur pergi melamar Mirah Putri Ayu.
Namun, karena Joko Lancur memiliki kebiasaan buruk yaitu menyabung ayam dan
mabuk-mabukan maka dengan berat hati ki Ageng Mirah menerima lamaran dengan
beberapa syarat, yaitu minta dibuatkan bendungan sungai untuk mengairi
sawah-sawah di Mirah dan serahan berupa padi satu lumbung yang tidak boleh
diantar oleh siapapun, dalam arti lumbung itu dapat berjalan sendirinya.
Ki Honggolono berupaya semaksimal
mungkin, namun ki Ageng Mirah mencoba menggagalkan dengan meminta bantuan
kepada genderuwo, ki Honggolono pun tak mau kalah dengan meminta bantuan kepada
ribuan buaya. Mengetahui perbuatan ayahnya Joko Lancur dan Mirah Putri Ayu
memutuskan untuk bunuh diri bersama-sama. Setelah kehilangan putranya, ki
Honggolono bersabda di depan muridnya yang intinya Golan dan Mirah tidak akan
pernah bersatu hingga akhir hayat.
Mitos tersebut masih dipercaya
hinggga sekarang, berdasarkan pengalaman langsung yang dituturkan narasumber.
Jika ada orang yang ngeyel tetap akan bersatu antara desa Golan dan Mirah maka
salah satunya akan menjadi gila. Pernah terjadi di acara nikahan ada orang
Golan dan Mirah datang bersamaan di pesta pernikahan tersebut, maka akan
terjadi hal-hal aneh seperti apa yang dimasak dipesta itu tidak akan mateng
walaupun dimasak seharian, hanya sekedar mendidih saja. Pernah juga dalam acara
nikahan sound system yang meledak. Hal aneh lainnya juga terjadi pada benda.
Benda yang di bawa dari Mirah sesampainya di Golan bisa berubah wujud dan
sebaliknya.
Hal ini sangat menarik menurut
penulis, kembali lagi kepada diri kita masing-masing bagaimana menanggapinya,
Wallahu a’lam bishawab. Menariknya, beberapa pertentangan tersebut justru tidak
berpengaruh dalam hal pendidikan. Banyak anak-anak keturunan Golan dan Mirah
yang menuntut ilmu dalam satu gedung yang sama, baik sekolah maupun perguruan
tinggi. Sebagaimana informasi yang diberikan oleh
utusan dari Ponorogo yang beranggotakan Riffi Firda, Nilas Sa’adah, Nisrina Amirotul J, Ayu
Wulandari, Indah Putri U, Oktavia Nur P, Mada Ayu, Umi Latifah, Alfiani Eka,
Arif Mudhakir, M. Hisyam, Rizki Zefta, Iwan Aziz, Ahmad Munir, Sukma Ar-Rahman,
Fajar Kholis, Fajar Nur Cahyo, dan Dzakiul Fuad.
Kontingen IAIN Ponorogo |
Pendidikan di Ponorogo sama seperti kota-kota lainnya.
Masih rendahnya pemerataan pendidikan dapat dilihat dari fasilitas (sarana dan
prasarana) lebih baik dikota daripada di desa. Masyarakat Ponorogo yang
bersekolah di desa akan melanjutkan ke jenjang berikutnya yang berada di kota.
Semua masyarakat menginginkan anaknya untuk bersekolah disekolah
favorit/pilihan. Jadi, banyak siswa yang berebut untuk bersekolah di kota.
Namun, saat ini kebijakan dari pemerintahan kota Ponorogo sendiri memutuskan
untuk semua sekolah dari berbagai desa memiliki rayon. Adanya kebijakan ini
membuat semua sekolah di desa bisa melanjutkan ke jenjang berikutnya sesuai
dengan rayon sekolah tersebut. Hal ini juga dapat meminimalisir keributan yang
terjadi karena tidak kebagian sekolah.
Pendidikan di Ponorogo banyak yang berbasis Islam,
untuk sekolah yang khusus
non muslim hanya ada beberapa saja. Bahkan pondok pesantren modern ternama
terleak di Ponorogo yaitu Pondok Modern Darussalam Gontor. Ponorogo juga
menyediakan universitas yang bersifat pesantren, yaitu Universitas Darussalam.
Ponorogo disebut sebuah kota kecil tetapi padat. Bahasa yang digunakan di kabupaten Ponorogo adalah Bahasa Indonesia
sebagai bahasa resmi, dan Bahasa Madiun sebagai bahasa sehari-hari.
Makanan khas Ponorogo yaitu sate Ponorogo. Sate ini berbeda dengan sate madura
yang terkenal juga di Jawa Timur. Perbedaannya yaitu sate madura berbentuk
dadu-dadu di potong sedangkan sate Ponorogo berbentuk panjang tanpa putus
dengan sambel kacang. Minuman khasnya
dawet jabung, mirip dengan es cendol dengan kombinasi rasa asin manis
Ponorogo terkenal dengan kesenian reognya. Reog itu
sendiri menceritakan tentang kerajaan Majapahit yang sedang mengalami
kuruntuhan lalu ada sesorang yang bernama Ki Ageng Kutu yang menyuguhkan tarian
reog sebagai sindiran kepada raja Bra Kertabumi yang merupakan Raja Majapahit
Pada masa itu, agar raja Kertabumi melakukan pemberontakan kepada cina. Reog
adalah topeng besar berkapala singa yang bernama “singa barong”, raja hutan yang
menjadi simbol untuk kertabumi, dan diatasnya terdapat bulu-bulu merak hingga
menyerupai kipas raksasa yang menyimbolkan pengaruh cinanya yang mengatur
setiap gerak geriknya. Tarian reog juga diiringi oleh tarian kuda kepang dan
tarian Bujang Gadong. Biasanya reog
ini digunakan pada acara mantenan dan grebeg suro yaitu tahun baru Islam yang
dimeriahkan dengan festival setiap tahunnya, selain
itu masih banyak lagi kebudayaan-kebudayaan yang ada di Ponorogo. Tempat wisata yang sering dikunjungi yaitu Puncak Pringgitan,
Gunung Bayangkaki, Gunung Gajah Ponorogo, Beji Sirah Keteng, Telaga Ngebel, Air Terjun Pletuk, Bukit
Bedes, Air Terjun Widodaren, Goa Mari Fatima dan lain sebagainya.
Kesan mereka berada di Riau yaitu
area kampus yang luas, namun cuaca di Riau sedikit panas sehingga mereka butuh
penyesuaian terlebih dahulu. Beberapa anggota kontingen (IAIN Ponorogo)
yang pernah pergi ke pasar pekanbaru, mereka merasa sedikit rerkejut karena latar belakang
mereka yang sangat lembut dan santun membuat mereka kebingungan dengan kondisi
pasar di Riau yang para pedagangnya menawarkan barang dagangannya (saling
berteriak). Hal ini sangat berbeda dengan kondisi pasar yang berada di
Ponorogo.
0 komentar:
Posting Komentar