Jumat, 18 Mei 2018

"GOLAN MIRAH" LEGENDA MISTIS DARI KOTA PONOROGO


“ golan mirah” Legenda mistis dari kota ponorogo
Golan dan Mirah adalah legenda asli dari daerah Jawa Timur tepatnya di Ponorogo, legenda ini sangat menarik bagi penulis, didapatkan langsung dari mahasiswa Institut Agama Islam Negeri Ponorogo (IAIN Ponorogo). Terdapat dua orang anggota dari kontingen (IAIN Ponorogo) ini yang berasal dari desa Golan dan desa Mirah. Konon diceritakan terdapat daerah  yang bernama desa Golan dan desa Mirah di kecamatan Sukorejo. Air dari kedua desa tersebut seharusnya bertemu di sebuah sungai, namun ternyata tidak bisa menyatu. Bagaikan air dan minyak. Air dari Golan terlihat lebih gelap dibandingkan air dari Mirah.
Konon diceritakan ada ki Honggolono yang sangat disegani dan memiliki kesaktian yang tinggi. Ia memiliki putra bernama Joko Lancur. Sisi lain ada ki Ageng Mirah yang memiliki putri bernama Mirah Putri Ayu. Singkat cerita Joko Lancur dan Mirah Putri Ayu saling menyukai dan pada akhirnya ki Honggolono bersama Joko Lancur pergi melamar Mirah Putri Ayu. Namun, karena Joko Lancur memiliki kebiasaan buruk yaitu menyabung ayam dan mabuk-mabukan maka dengan berat hati ki Ageng Mirah menerima lamaran dengan beberapa syarat, yaitu minta dibuatkan bendungan sungai untuk mengairi sawah-sawah di Mirah dan serahan berupa padi satu lumbung yang tidak boleh diantar oleh siapapun, dalam arti lumbung itu dapat berjalan sendirinya.
Ki Honggolono berupaya semaksimal mungkin, namun ki Ageng Mirah mencoba menggagalkan dengan meminta bantuan kepada genderuwo, ki Honggolono pun tak mau kalah dengan meminta bantuan kepada ribuan buaya. Mengetahui perbuatan ayahnya Joko Lancur dan Mirah Putri Ayu memutuskan untuk bunuh diri bersama-sama. Setelah kehilangan putranya, ki Honggolono bersabda di depan muridnya yang intinya Golan dan Mirah tidak akan pernah bersatu hingga akhir hayat.
Mitos tersebut masih dipercaya hinggga sekarang, berdasarkan pengalaman langsung yang dituturkan narasumber. Jika ada orang yang ngeyel tetap akan bersatu antara desa Golan dan Mirah maka salah satunya akan menjadi gila. Pernah terjadi di acara nikahan ada orang Golan dan Mirah datang bersamaan di pesta pernikahan tersebut, maka akan terjadi hal-hal aneh seperti apa yang dimasak dipesta itu tidak akan mateng walaupun dimasak seharian, hanya sekedar mendidih saja. Pernah juga dalam acara nikahan sound system yang meledak. Hal aneh lainnya juga terjadi pada benda. Benda yang di bawa dari Mirah sesampainya di Golan bisa berubah wujud dan sebaliknya.
Hal ini sangat menarik menurut penulis, kembali lagi kepada diri kita masing-masing bagaimana menanggapinya, Wallahu a’lam bishawab. Menariknya, beberapa pertentangan tersebut justru tidak berpengaruh dalam hal pendidikan. Banyak anak-anak keturunan Golan dan Mirah yang menuntut ilmu dalam satu gedung yang sama, baik sekolah maupun perguruan tinggi. Sebagaimana informasi yang diberikan oleh utusan dari Ponorogo yang beranggotakan Riffi Firda, Nilas Sa’adah, Nisrina Amirotul J, Ayu Wulandari, Indah Putri U, Oktavia Nur P, Mada Ayu, Umi Latifah, Alfiani Eka, Arif Mudhakir, M. Hisyam, Rizki Zefta, Iwan Aziz, Ahmad Munir, Sukma Ar-Rahman, Fajar Kholis, Fajar Nur Cahyo, dan Dzakiul Fuad.
Kontingen IAIN Ponorogo
Pendidikan di Ponorogo sama seperti kota-kota lainnya. Masih rendahnya pemerataan pendidikan dapat dilihat dari fasilitas (sarana dan prasarana) lebih baik dikota daripada di desa. Masyarakat Ponorogo yang bersekolah di desa akan melanjutkan ke jenjang berikutnya yang berada di kota. Semua masyarakat menginginkan anaknya untuk bersekolah disekolah favorit/pilihan. Jadi, banyak siswa yang berebut untuk bersekolah di kota. Namun, saat ini kebijakan dari pemerintahan kota Ponorogo sendiri memutuskan untuk semua sekolah dari berbagai desa memiliki rayon. Adanya kebijakan ini membuat semua sekolah di desa bisa melanjutkan ke jenjang berikutnya sesuai dengan rayon sekolah tersebut. Hal ini juga dapat meminimalisir keributan yang terjadi karena tidak kebagian sekolah.
Pendidikan di Ponorogo banyak yang berbasis Islam, untuk sekolah yang khusus non muslim hanya ada beberapa saja. Bahkan pondok pesantren modern ternama terleak di Ponorogo yaitu Pondok Modern Darussalam Gontor. Ponorogo juga menyediakan universitas yang bersifat pesantren, yaitu Universitas Darussalam.
Ponorogo disebut sebuah kota kecil tetapi padat. Bahasa yang digunakan di kabupaten Ponorogo adalah Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi, dan Bahasa Madiun sebagai bahasa sehari-hari. Makanan khas Ponorogo yaitu sate Ponorogo. Sate ini berbeda dengan sate madura yang terkenal juga di Jawa Timur. Perbedaannya yaitu sate madura berbentuk dadu-dadu di potong sedangkan sate Ponorogo berbentuk panjang tanpa putus dengan sambel kacang. Minuman khasnya dawet jabung, mirip dengan es cendol dengan kombinasi rasa asin manis
Ponorogo terkenal dengan kesenian reognya. Reog itu sendiri menceritakan tentang kerajaan Majapahit yang sedang mengalami kuruntuhan lalu ada sesorang yang bernama Ki Ageng Kutu yang menyuguhkan tarian reog sebagai sindiran kepada raja Bra Kertabumi yang merupakan Raja Majapahit Pada masa itu, agar raja Kertabumi melakukan pemberontakan kepada cina. Reog adalah topeng besar berkapala singa yang bernama “singa barong”, raja hutan yang menjadi simbol untuk kertabumi, dan diatasnya terdapat bulu-bulu merak hingga menyerupai kipas raksasa yang menyimbolkan pengaruh cinanya yang mengatur setiap gerak geriknya. Tarian reog juga diiringi oleh tarian kuda kepang dan tarian Bujang Gadong. Biasanya reog ini digunakan pada acara mantenan dan grebeg suro yaitu tahun baru Islam yang dimeriahkan dengan festival setiap tahunnya, selain itu masih banyak lagi kebudayaan-kebudayaan yang ada di Ponorogo. Tempat wisata yang sering dikunjungi yaitu Puncak Pringgitan, Gunung Bayangkaki, Gunung Gajah Ponorogo, Beji Sirah Keteng,  Telaga Ngebel, Air Terjun Pletuk, Bukit Bedes, Air Terjun Widodaren, Goa Mari Fatima dan lain sebagainya.
Kesan mereka berada di Riau yaitu area kampus yang luas, namun cuaca di Riau sedikit panas sehingga mereka butuh penyesuaian terlebih dahulu. Beberapa anggota kontingen (IAIN Ponorogo) yang pernah pergi ke pasar pekanbaru, mereka merasa sedikit rerkejut karena  latar belakang mereka yang sangat lembut dan santun membuat mereka kebingungan dengan kondisi pasar di Riau yang para pedagangnya menawarkan barang dagangannya (saling berteriak). Hal ini sangat berbeda dengan kondisi pasar yang berada di Ponorogo.  
 Mahasiswa Pendidikan Matematika Bersama kakak-kakak Ponorogo:






0 komentar:

Posting Komentar